Segala
hal yang diketengahkan dalam buku ini, pada akhirnya, mengambil analogi bahwa pemberontakan-pemberontakan
atau gerakan-gerakan sosial yang terjadi selama era Soeharto merupakan
perlawanan ‘anak’ kepada ‘bapak’ dengan meletakkan pola pengasuhan dalam
keluarga dan juga pemahaman mengenai apa itu keluarga. Dalam tesis Ekna
Satriyati yang berjudul ‘Alokasi Waktu bagi Anak-Anak di Desa Jawa’ dituliskan
bahwa orangtua memiliki posisi superior dan anak-anak dalam posisi subordinat.
Dengan demikian, saya dapat mengatakan bahwa apapun yang diperintahkan oleh
orangtua harus ditanggapi sebagai sabda
pandhita ratu tan kena wola – wali.
Nampaknya
nilai kepemimpinan ini lah yang diterapkan oleh Soeharto, dimana apabila
seorang pemimpin bertitah, maka titahnya tersebut mengandung ketetapan hukum
dan harus dilaksanakan.
Kritisi
saya pada Saya dalam melihat perlawanan ‘anak’ kepada ‘bapak’ adalah tidak
disinggungnya bentuk hubungan resiprositas anak dan orangtua dalam sebuah
keluarga. Pada sebuah thesis yang mengetengahkan studi kasus di Desa Sriharjo,
Yogyakarta. Sukamtiningsih, menuliskan bahwa “ … anak bagi orang tua dapat
dijadikan sebagai tumpuan hidup nantinya di hari tua … mempertahankan salah
satu anaknya supaya dapat tetap tinggal dalam rumah (tabon) … umunya
adalah anak yang dianggap dapat dijadikan tumpuan hidupnya.” (Hal. 141)
Adakah
hubungan yang bersifat resiprositas terhadap ‘anak’ dan ‘bapak’ yang
teridentifikasi dalam buku ini?
No comments:
Post a Comment