Review:
Tradisi dalam Struktur Masyarakat
Jawa Kerajaan dan Pedesaan
Ada dua pemahaman utama yang saya dapat setelah membaca
buku ini. Yang pertama, penulis berusaha untuk mengetengahkan perubahan –
perubahan pola pikir yang terjadi dalam masyarakat Jawa. Yang kedua,
digunakannya analisa struktural dalam melihat perubahan – perubahan dalam
masyarakat Jawa khususnya di daerah Bagelen. Digunakannya paradigma evolusionisme yang nampak dari
kerangka berpikir penulis yang diketengahkan pada halaman 5 yang menyatakan, “tradisi akan dilihat sebagai pilihan
yang dimiliki oleh orang Jawa secara turun – temurun dalam rangka menghadapi
persoalan dasar mengenai keberadaannya”bersifat
dinamis. Hal ini bukan berarti bahwa paradigma penulisan buku ini adalah
evolusi kebudayaan namun tetap pada paradigma Strukturalisme yang menurut
pemahaman saya tidak ahistoris. Paradigm Strukturalisme merupakan paradigma
yang muncul untuk memberikan jalan tengah antara kaum Positivistik dan
Fenomenologis dan para ahli Tafsir Kebudayaan. Seperti halnya paradigma
strukturalisme yang mencoba melihat langue dari suatu kebudayaan, dalam buku ini
juga diketengahkan pola berpikir orang Jawa yang mendasari realita sehari –
hari.
Paradigma
penulisan buku ini adalah Strukturalisme. Hal tersebut dapat diketahui dari
beberapa hal. Yang pertama adalah kata ‘alihubah’ yang sangat lekat dengan
paradigma strukturalisme. Yang kedua adalah diadopsinya teori dari Levi-Strauss
dan Heesterman yang merupakan tokoh – tokoh Struturalisme. Yang ketiga adalah
dibentuknya model karena “struktur masyarakat tidak berkenaan dengan realitias
empiris tapi dengan model – model yang disusun di belakangnya”. Hal ini dapat
dipahami karena Strukturalisme pada dasarnya mencoba mencari tahu struktur
berpikir manusia. Struktur berpikir ini yang disebut dengan Langue serta alihubahnya adalah yang disebut dengan Parole. Ada dituliskan dari sumber lain selain
buku ini dimana Langue adalah aspek sosial dari bahasa
sedangkan parole adalah “wujud atau aktualisasi dari langue” Buku ini
sangat bagus sebagai referensi untuk melihat gejala sosial, dan bukannya
sastra, yang dikaji menggunakan paradigma Strukturalisme.
Menurut saya, buku ini menjadi contoh yang sangat bagus
dalam penggunaan paradigma Strukturalisme dalam melihat fenomena kebudayaan.
Mengapa demikian? Karena penelitian – penelitian yang selama ini menggunakan
paradigma Strukturalisme terbatas hanya pada analisa mitos dan bukannya
kegiatan sehari – hari. Jelas buku ini memperkaya referensi pada para peneliti
yang berusaha untuk melihat fenomena kebudayaan menggunakan paradigma
Strukturalisme.
Untuk menutup review ini saya memiliki pertanyaan apabila
analisa seperti ini digunakan untuk melihat fenomena kebudayaan kelompok –
kelompok masyarakat di tempat lain di Indonesia dan menghasilkan analisa pola –
pola berpikir kelompok – kelompok tersebut, akankah hasil penelitian tersebut
membantu pemerintah pusat di Jakarta pada umumnya dan pemerintah propinsi,
kabupaten dan kecamatan pada khususnya dalam menyusun kebijakan yang berlandaskan
pada pola – pola pikir tersebut?
No comments:
Post a Comment