Tania
Li “ … membangun argumen bahwa identitas masyarakat asli (indigeneous community) tidak lebih dari
konstruksi sosial yang dapat dipakai untuk melayani kebutuhan apapun sesuai
yang diperlukan”. Senada dengan Li, Dove mengusulkan agar memusatkan perhatian
pada pemahaman atau artikulasi atas keaslian (indigeneity). Salah satu pemahaman atas keaslian diungkapkan oleh
Kuper dalam tulisan Dove ini dimana indigeneity
lebih bermuatan politis daripada tradisi.
Beberapa argumen yang diberikan oleh Li adalah bahwa (1)
Identitas kelompok yang mereka buat untuk diri mereka bukanlah sesuatu yang
alami namun lebih merupakan sesuatu yang diciptakan, diadopsi, ataupun
dipaksakan; (2) konstruksi ini dibangun
dari pembelajaran (Li menyebutnya sebagai historically sedimented practices) yang kemudian melahirkan
khasanah (repertoire) tersendiri bagi mereka dan yang kemudian mewujud dalam
beberapa pola tindakan dan perjuangan; (3) pembentukan identitas ini juga
merupakan cara masyarakat memaknai atau menurut saya, memaknai ulang hubungan
mereka dengan bangsa, pemerintah, dan diri mereka sendiri.
Ilustrasi, atau
saya lebih suka memperlakukannya sebagai supporting
explanations, yang diambil dari tulisan Li yang mendukung argumen Li dan Dove ini adalah (a) Identitas
keaslian digunakan untuk “melawan” program pemerintah Orde Baru yang memiliki
program Transmigrasi dimana banyak pendatang yang dapat menggunakan lahan yang
ada. Perlawanan ini berkaitan erat dengan hak atas pemilikan serta
penggunaan/pengelolaan lahan; (b) Identitas keaslian juga tidak hanya digunakan
untuk memberikan keuntungan bagi masyarakat itu sendiri, namun juga pemerintah
kolonial. Pemerintah kolonial
menciptakan pemimpin – pemimpin daerah dimana melalui mereka, pemerintah
kolonial akan memberlakukan peraturan serta mempraktekkan kekuasaannya; serta
(c) Identitas masyarakat asli bahkan diciptakan oleh masyarakat Lindu secara
eksplisit demi membentuk aliansi dan mendapatkan perhatian media.
No comments:
Post a Comment