Bagaimana etnografi
dapat memberikan kontribusi? Mari kita lihat dari beberapa tulisan yang pernah
dibaca karena konstribusi yang, dinilai, dapat memberikan kontribusi sangat
tergantung pada konteks penelitian serta paradigma penulis.
1.
Pada saat menulis “naik-turunnya” (bekerja atau tidaknya)
suatu jejaring, Edelman[1] mengusulkan agar pusat
perhatian penelitian ada pada bidang sosial yang lebih luas atau yang dia tuliskan
sebagai broader “social fields” dimana
organisasi – organisasi yang kita teliti tersebut beroperasi karena Edelman
berpendapat bahwa penelitan atas klaim para aktivis akan lebih mudah untuk
dilakukan bila kita memusatkan perhatian pada gerakan – gerakan sosial yang place-based atau berbasis lokasi. Hal
ini dapat diakomodir dengan etnografi yang, seperti diklaim oleh para
Antropolog, mengetengahkan deskripsi berbasis lokasi (small-scale)
2.
Dalam tulisan yang lain[2], Edelman banyak
mengetengahkan kritisinya mengenai paradigm yang selama ini digunakan oleh
Sosiologi dan Ilmu Politik, dan ini dapat dipahami karena Edelman adalah
seorang Antropolog, serta sekaligus menunjukkan kekhusan Antropologi dalam
memahami fenomena gerakan sosial. Ada tiga hal yang diketengahkan atas kekhususan
Antropologi dalam memahami fenomena gerakan sosial.
Yang pertama adalah scope of analysis atau cakupan analisa.
Hal tersebut dapat dipahami karena diutamakannya particularities atau kekhasan. Dan hal tersebut mengarah pada hal yang
kedua yaitu kesmallscalean dari
Antropologi yang dihadapkan pada paradigma Sosiologi dan Ilmu Politik yang
mengarah pada generalization atau
generalisasi yang dihasilkan dari kajian Sosiologi dan Ilmu Politik.
Generalisasi dari Ilmu Sosiologi dalam analisa gerakan aksi sosial, yang
diketengahkan dalam artikel ini, dapat dimengerti dengan mudah apabila kita
membaca tulisan Sosiolog Henry A. Landsberger dalam salah satu tulisannya
berjudul Peasant Unrest: Themes and
Variations yang diambil dari bukunya yang berjudul Rural Protest: Peasant Movements and Social Change (1973: 19)
dimana dia mengetengahkan empat ciri suatu aksi:
(1)
Adanya
kesamaan nasib
(2)
Aksi
yang dilakukan merupakan aksi kolektif dalam artian jumlah orang yang terlibat
dan
terkoordinasi dan terorganisirnya kegiatan tersebut
(3)
Aksi
tersebut bersifat instrumental dalam artian dilakukan untuk mencapai tujuan
tertentu dan
bersifat ekspresif
(4)
Aksi
yang dilakukan berdasarkan semata pada status ekonomi dan politik yang rendah
Disebutkan dalam
artikel ini bahwa “ethnographic research
resist grand theoretical generalizations because close-up views of collective
action often looked messy” atau penelitian etnografis menolak dilakukannya
generalisasi karena generalisasi tersebut kelihatan sembarangan. Yang terakhir
adalah diketengahkannya lived experience
of activists and non-activists atau pengalaman hidup dari para aktivis dan
non-aktivis. Mengapa para aktivis dan non-aktivis karena adanya pandangan dalam
dunia Antropologi bahwa pengalaman pribadi reflektif dalam kehidupan masyarakat
dimana masyarakat merupakan tempat orang itu hidup. Hal terakhir inilah yang
merefleksikan adanya relasi orang dengan orang lainnya (relasi sosial) dimana
di dalamnya lahir gerakan-gerakan sosial.
3.
Wolford[3] mengusulkan apa yang
disebutnya sebagai Etnografi Politik yangmana memiliki arti ganda, yaitu (1)
mengacu pada dipolitisirnya etnografi
sebagai metode yang unik serta sesuai untuk menganalisa serta mengungkap
hubungan kekuasaan yang mengubah akhiran semua kehidupan sosial, serta (2)
mengacu pada kebutuhan (serta praktik) penyelidikan etnografi politik dimana
pemilu dan negara tidak lagi menjadi hal yang istimewa dalam kehidupan politik,
namun orang – orang lah yang menjadi pusat perhatian.
Memusatkan perhatian pada orang
(– orang) berarti kita memusatkan perhatian pada lokasi, pengalaman hidup,
serta intensi dan/atau bukan intensi akan memperkaya kemampuan kita dalam
memahami dan menjelaskan gerakan sosial.
4.
Dove[4] mengusulkan dikemukakannya
pemahaman emik, atau yang saya pahami sebagai local knowledge, atas
keaslian (indigeneity).
Pemahaman
emik ini hanya, mungkin (untuk sementara ini), bisa didapat dari tulisan –
tulisan etnografi yang, sekali lagi, mengedepankan ke-smallscale-an serta kedekatan dengan apa yang diteliti.
5.
Clough-Riquelme
menyatakan bahwa Antropologi Kewarganegaraan semestinya memusatkan perhatian
pada interaksi di tingkat lokal yang disebut sebagai “jendela” kesempatan atau
peluang yang tidak dihubungkan dengan kontrol dan aturan negara, namun lebih
pada ruang yang menyediakan akses untuk informasi, saran dan orientasi yang
berhubungan dengan spektrum isu dimana negara memiliki yurisdiksinya[5]. Sekali lagi, kelokalan
ini lah yang saya pahami sebagai ke-smallscale-an.
6.
Auyero[6] mengetengahkan gagasan
utama yaitu adanya hubungan antara kehidupan sehari-hari dengan aksi protes
dengan 3 (tiga) argument yaitu (1)
sejarah hidup, bisa juga disebut dengan lived
experience atau life history,
membentuk aksi, pikiran dan perasaan; (2) agenda rutin politik mempengaruhi
hakikat dan bentuk dari protes; serta (3) sejarah setempat menunjukkan
pemahaman bersama para demonstran. Hal – hal berikut ini dapat dijawab dengan
melakukan penulisan etnografi.
[1] ‘When
Networks Don’t Work: The Rise and Fall and Rise ofCivil Society Initiatives in
Central America’
[2] Social
Movements; Changing Paradigms and Forms of Politics’
[3] From
Confusions to Common Sense: Using Political Ethnography to Understand Social
Mobilization in the
Brazilian Northeast
[4] Indigeneous
People and Environmental Politics
[5] Gender,
Citizenship, and Local Democracy in Paraguay: A comparative Analysis of Social
Power and Political
Participation in the Central Region, Jane
Clough-Riquelme
[6] When
Everyday Life, Routine Politics, and Protest Meet
No comments:
Post a Comment