Analisis Kelas di Sumba menurut Vel (Uma
Politics: An Ethnography of Democratization in West Sumba, Indonesia, 1986-2006)
Menurut Vel:
- Pembentukan kelas sebagai hasil dari otonomi regional
- Analisa politik terhadap orang Sumba, dalam hal jejaring yang menghubungkan kelas – kelas perorangan diantara individu yang memiliki kekuasaan, menunjukkan bahwa anggota jejaring ini mulai membentuk kelas sosial yang terpisah.
- Elit politik tidak lah sama dengan kelas politik
Elit Politik
Kelompok orang – orang kaya dan cenderung kecil dalam
hal jumlah yang memiliki nilai dan kepentingan yang sama dimana kepentingan ini
secara efektif dapat mendikte tujuan – tujuan utama (jika bukan tujuan, paling
tidak mendikte alat dan detil yang praktis) atas semua kebijakan pemerintah
yang penting (mereka juga mendominasi kegiatan media massa utama dan organisasi
pendidikan/kultural di dalam
masyarakat) dengan kata lain elit
politik dikaitkan dengan kapasitasnya dalam mengarahkan serta dilatarbelakangi
motivasi yang berbau kepentingan politik.
Kelas Politik
- Didefinisikan sebagai bagian dari stratifikasi sosial dan dilatarbelakangi motivasi demi mencapai ketahanan pangan dan keamanan sosial.
- Kelas politik berada di lapisan paling atas dari masyarakat
- Kelas politik juga mencakup orang – orang yang tidak memiliki posisi formal yang memiliki kapasitas untuk mengatur sumber daya negara termasuk di dalamnya pelaku usaha (businessmen), (beberapa) pensiunan PNS, serta para isri, ibu, saudara perempuan dan keturunan para laki-laki yang memegang posisi kunci dalam jejaring
- Demokrasi, secara umum, serta desentralisasi administratif secara khusus memfasilitasi pertumbuhan kelas politik
- Terdiri dari mereka yang berada dalam posisi pengambil keputusan terhadap alokasi sumber daya milik negara (uang , pekerjaan, ijin dan kekerasan)
- Jejaring orang – orang yang berada dalam kelas politik akan nampak pada upacara – upacara khusus dan pertemuan publik (polisi akan bertindak sebagaimana mestinya pada saat diperintah oleh anggota dari kelas politik ini)
- Anggotanya dapat saja kehilangan pengaruh
Publik (yang ber-) Politik
- Orang – orang yang berada di tengah (kelas menengah) dari keefektifan politik
- Orang – orang selain elit politik yang merasa mampu untuk mengambil tindakan yang dapat mempengaruhi politik serta kepemerintahan nasional (kabupaten)
Kelas Tani
- Berada di bagian paling luar dari lingkaran masyarakat (positioned in the outer circle)
- Anggotanya merasa mereka bersatus sangat rendah untuk aktif dalam dunia politik
- 2/3 (dua per tiga) populasi Sumba mendefinisikan diri mereka sendiri sebagai orang – orang yang tidak memiliki pengaruh dalam alokasi sumber daya milik negara
Vel menjelaskan bahwa,
- Batas antara ‘kelas politik’, ‘publik (yang ber-) politik, serta kelas tani tidaklah digariskan dengan sangat jelas
- Kelas tani dan kelas politik saling bergantung. Kelas tani menguasai bahan makanan serta tanah, tenaga kerja serta ternak, yang merupakan sumber – sumber daya penting bagi semua masyarakat Sumba.
- Kelas politik memiliki uang dan akses bagi kesempatan untuk memperbaiki livelihood melalui pendidikan dan jejaring yang telah melebar hingga ke luar Sumba.
- Politikus merupakan anggota kelas politik, namun mereka membutuhkan penduduk pedesaan untuk menjadi konstituen mereka.
Vel jelas
menggunakan teori konflik dalam
analisanya dengan menyatakan bahwa kekerasan di Waikabubak (‘Kamis Berdarah’)
bukanlah perang suku namun merupakan kekerasan yang ditujukan pada negara dan
mereka yang mengatur sumber – sumber daya negara demi keuntungan anggota kelas
mereka yang sedikit jumlahnya dengan
kata lain kelompok yang ambil bagian dalam kekerasan ini adalah kelompok
orang – orang yang menguasai sumber – sumber daya negara dengan kelompok yang
tidak memiliki akses atas sumber – sumber daya negara.
Sumber: Vel, Jacqueline A. C. 2008. Uma Politics: An Ethnography of Democratization in West Sumba, Indonesia, 1986-2006. KITLV Pres, Leiden
Sumber: Vel, Jacqueline A. C. 2008. Uma Politics: An Ethnography of Democratization in West Sumba, Indonesia, 1986-2006. KITLV Pres, Leiden
No comments:
Post a Comment