Saturday, March 6, 2010

Review Tradisi dalam Struktur Masyarakat Jawa Kerajaan dan Pedesaan


Review:
Tradisi dalam Struktur Masyarakat Jawa Kerajaan dan Pedesaan

Ada dua pemahaman utama yang saya dapat setelah membaca buku ini. Yang pertama, penulis berusaha untuk mengetengahkan perubahan – perubahan pola pikir yang terjadi dalam masyarakat Jawa. Yang kedua, digunakannya analisa struktural dalam melihat perubahan – perubahan dalam masyarakat Jawa khususnya di daerah Bagelen. Digunakannya paradigma evolusionisme yang nampak dari kerangka berpikir penulis yang diketengahkan pada halaman 5 yang menyatakan, “tradisi akan dilihat sebagai pilihan yang dimiliki oleh orang Jawa secara turun – temurun dalam rangka menghadapi persoalan dasar mengenai keberadaannya”bersifat dinamis. Hal ini bukan berarti bahwa paradigma penulisan buku ini adalah evolusi kebudayaan namun tetap pada paradigma Strukturalisme yang menurut pemahaman saya tidak ahistoris. Paradigm Strukturalisme merupakan paradigma yang muncul untuk memberikan jalan tengah antara kaum Positivistik dan Fenomenologis dan para ahli Tafsir Kebudayaan. Seperti halnya paradigma strukturalisme yang mencoba melihat langue dari suatu kebudayaan, dalam buku ini juga diketengahkan pola berpikir orang Jawa yang mendasari realita sehari – hari.

Paradigma penulisan buku ini adalah Strukturalisme. Hal tersebut dapat diketahui dari beberapa hal. Yang pertama adalah kata ‘alihubah’ yang sangat lekat dengan paradigma strukturalisme. Yang kedua adalah diadopsinya teori dari Levi-Strauss dan Heesterman yang merupakan tokoh – tokoh Struturalisme. Yang ketiga adalah dibentuknya model karena “struktur masyarakat tidak berkenaan dengan realitias empiris tapi dengan model – model yang disusun di belakangnya”. Hal ini dapat dipahami karena Strukturalisme pada dasarnya mencoba mencari tahu struktur berpikir manusia. Struktur berpikir ini yang disebut dengan Langue serta alihubahnya adalah yang disebut dengan Parole Ada dituliskan dari sumber lain selain buku ini dimana Langue adalah aspek sosial dari bahasa sedangkan parole adalah “wujud atau aktualisasi dari langue” Buku ini sangat bagus sebagai referensi untuk melihat gejala sosial, dan bukannya sastra, yang dikaji menggunakan paradigma Strukturalisme.

Menurut saya, buku ini menjadi contoh yang sangat bagus dalam penggunaan paradigma Strukturalisme dalam melihat fenomena kebudayaan. Mengapa demikian? Karena penelitian – penelitian yang selama ini menggunakan paradigma Strukturalisme terbatas hanya pada analisa mitos dan bukannya kegiatan sehari – hari. Jelas buku ini memperkaya referensi pada para peneliti yang berusaha untuk melihat fenomena kebudayaan menggunakan paradigma Strukturalisme.

Untuk menutup review ini saya memiliki pertanyaan apabila analisa seperti ini digunakan untuk melihat fenomena kebudayaan kelompok – kelompok masyarakat di tempat lain di Indonesia dan menghasilkan analisa pola – pola berpikir kelompok – kelompok tersebut, akankah hasil penelitian tersebut membantu pemerintah pusat di Jakarta pada umumnya dan pemerintah propinsi, kabupaten dan kecamatan pada khususnya dalam menyusun kebijakan yang berlandaskan pada pola – pola pikir tersebut?


No comments:

Post a Comment