Tuesday, July 16, 2013

Adat vs Pemerintah (Kutipan 5 Berita)

"(Pengusiran -red) ini mulai memuncak pada 2011. Sudah berapa kali masyarakat itu berhadapan dengan perusahaan. Perusahaan masuk dan masyarakat minta perusahaan tidak melakukan aktivitas. Begitu proses eksplorasi sudah masuk wilayah adat Pekasa, masyarakat diminta meninggalkan wilayah kampung mereka. Tidak boleh lagi mengolah wilayah adat mereka terutama yang di wilayah hutan. Tapi masyarakat adat Pekasa menolak karena cuma itulah satu-satunya sumber penghidupan mereka," ujar Mahir Takaka seperti dilansir KBR68H, Rabu (22/12/2011).

Di sisi lain, penduduk adat mengklaim memiliki tanah itu dari leluhur. Penduduk adat ini sudah turun-temurun mengelola area perkebunan tadi untuk mata pencaharian sehari-hari. Dari silang sengkarut pertanahan di area perkebunan tadi, Mukri mengatakan bisa memicu konflik horizontal. "Konflik ini melibatkan masyarakat adat, pekerja perkebunan sawit, dan PAM Swakarsa," tandasnya. 

Pontianak, Kompas - Sekitar 300.000 hektar lahan masyarakat adat di Kalimantan Barat diserobot perusahaan kelapa sawit. Hal ini menimbulkan sedikitnya 200 konflik antara masyarakat dan perusahaan perkebunan kelapa sawit. … Ada juga upaya membujuk masyarakat adat dengan dalih pembangunan dan untuk menyejahterakan masyarakat. ”Tapi akhirnya masyarakat tidak mendapatkan apa-apa,” kata Alloy.

Masalah berakar pada politik agraria yang dijalankan pemerintah, yang mencakup kementerian Kehutanan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Perkebunan, Pertambangan, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Selama ini politik pertanahan cenderung mendukung perusahaan perkebunan besar daripada warga yang tinggal atau menggarap lahan tersebut.
"Pemerintah harus mengevaluasi dan menata ulang politik agraria itu. Hentikan sementara (moratorium) semua perizinan penggunaan lahan karena banyak masalah muncul dari sini. Ada pelanggaran batas izin, konflik dengan lahan warga dan tanah adat desa, dan penempatan aparat keamanan untuk menjaga perkebunan. Ini terjadi di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur," katanya.

Abbas menjelaskan, bersama 50-an warga Suku Anak Dalam Bathin Bahar 113 yang mewakili warga Dusun Tanah Menang, Dusun Pinang Tinggi, dan Dusun Padang Salak, mereka datang ke Jakarta untuk mengadukan masalah tanah ulayat yang diambil secara sepihak oleh sebuah perusahaan kelapa sawit.

No comments:

Post a Comment