Thursday, November 8, 2012

Kesamaan Asumsi Dasar Paradigma Etnosains, Strukturalisme dan Tafsir kebudayaan


ASUMSI DASAR

Etnosains:                   
Kebudayaan adalah berupa pengetahuan dari proses belajar secara kolektif dan menggunakan model Kebudayaan adalah cara – cara berperilaku dan ada dalam pikiran yang terwujud dalam bahasa (Sumber: Catatan pribadi)

Strukturalisme:           
Kebudayaan adalah seperti bahasa sebagai sebuah sistem yang ada dalam pikiran. Kenyataan sebenarnya bukan kenyataan empiris. Kenyataan empiris masih bisa dijelaskan oleh yang tidak empiris pada yang unconscious dan model yang digunakan adalah kebudayaan sebagai perangkat simbol dan tanda (sumber: catatan pribadi) atau kalau mau diterangkan secara lebih lengkap dapat dilihat pada buku Ahimsa-Putra yang berjudul Strukturalisme Levi-Strauss; Mitos dan Karya Sastra yang saya tampilkan sebagai berikut:

Asumsi Dasar Strukturalisme Levi-Strauss
1.     Segala aktivitas sosial dan hasilnya dapat dikatakan sebagai bahasa-bahasa
2. “Dalam diri manusia terdapat kemampuan dasar yang diwariskan secara genetis sehingga kemampuan ini ada pada semua manusia yang “normal”, yaitu kemampuan structuring untuk menstruktur, menyusun suatu struktur, atau ‘menempelkan’ suatu struktur tertentu pada gejala-gejala yang dihadapi” (halaman 67 paragraf 3). Lebih lanjut diuraikan “Struktur yang ada pada sebuah mitos, suatu sistem kekerabatan, sebuah kostum, sebuah rituil, tatacara memasak dan sebagainya merupakan struktur-struktur permukaan” (halaman 67 paragraf 4).
3.    “Relasi-relasi suatu fenomena budaya dengan fenomena-fenomena yang lain pada titik waktu tertentu inilah yang menentukan makna fenomena tersebut”
4.     “Relasi-relasi yang ada pada struktur dalam dapat diperas atau disederhanakan lagi menjadi oposisi berpasangan (binary opposition)” (halaman 69 paragraf 3)

Tafsir Kebudayaan:     
Kebudayaan sebagai teks yang terwujud dalam perilaku dan Artefak dan menggunakan model bahasa yang merupakan perangkat simbol dan muncul dengan pemikiran kebudayaan sebagai teks Sehingga, menurut saya, kebudayaan itu sendiri letaknya ada dalam pikiran.

Sehingga bisa dilihat dari asumsi dasarnya bahwa ketiga Epistemologi tersebut memiliki asumsi dasar bahwa kebudayaan ada dalam pikiran masing – masing pendukung kebudayaan namun ketiga Epistemologi tersebut memiliki model yang berbeda – beda.

Contoh Etnografi masing – masing paradigma

Etnosains:                   
Kebudayaan adalah berupa pengetahuan dari proses belajar secara kolektif dan menggunakan model Kebudayaan adalah cara – cara berperilaku dan ada dalam pikiran yang terwujud dalam bahasa (sumber: catatan pribadi)

Bentuk Etnografi:
Terkait dengan asumsi dasar dimana kebudayaan ada dalam pikiran metode yang paling mungkin digunakan adalah metode wawancara yang dari sana akan muncul kategorisasi – kategorisasi lewat bahasa lokal atau istilah – istilah lokal. Dan data etnografi dengan landasan epistemologi dipenuhi dengan percakapan – percakapan baik yang merupakan hasil dari percakapan antar individu maupun dari hasil wawancara karena bertujuan untuk mendeskripsikan kategori – kategori lokal dan aturan – aturan berdasarkan kategori – kategori tersebut. Contoh saya ambilkan dari tulisan Ahimsa-Putra dalam tulisannya Etnosains dan Etnometodologi: Sebuah Perbandingan halaman 117. Saya akan menampilkan percakapan secara tidak penuh, hanya pada bagian dimana disebutkan kategorisasi – kategorisasi local yang dicetak miring. 

T:         Ya, tapi saya bilang, kertasnya belum kering dan kartonnya belum cukup. Minggu ini mungkin dia setor. Kalau soal harga masih tetap saja. Memang orang – orang seperti kita ini yang repot. Juragan tinggal ongkang – ongkang saja, terima sana, terima sini.
            ………………………………………………………………………………………………………
P:         Nggak seperti kita ya? Habis gresek masih kerja lagi macam – macam
T:         Yang digresek juga lain sih. Kalau plastik – plastik dan kertas itu tidak dibersihkan dan diatur, kita kan yang repot. Mana ada bakul yang mau terima barang kita. Juga kalau mau ditimbang begitu saja kan nggak bisa
           
            ………………………………………………………………………………………………………
Z:         Wah pak Mukh lagi untung hari ini. Dia klithi di sungai dapat emas sebesar batang korek.
            ...
P:         Apa dia nggak narik hari ini?
Z:         Nggak, katanya dia lagi malas ketemu juragannya karena sudah dua minggu ini dia ngeblong terus. Mungkin saja dia bisa setor hari ini dari hasilnya menjual emas dan bisa narik lagi
dan seterusnya

            Bentuk kategori yang dibuat oleh Ahimsa-Putra adalah pada halaman 119:

            Barang (yang digresek)
Barang rongsokkan
Kertas
Plastik
kaleng
potongan besi
seng/blek
sepatu (dll)
kertas koran
kertas semen
kertas lain - lain
kantong plastik
tali plastik
plastik lembaran
karton
kayu/papan
beling
tegesan

Dijelaskan oleh Ahimsa bahwa pengkategorian ini berbeda oleh si pendukun kebudayaan karena berdasarkan pada keriteria penghasilan yang diperoleh.

Strukturalisme:           
Kebudayaan adalah seperti bahasa sebagai sebuah sistem yang ada dalam pikiran. Kenyataan sebenarnya bukan kenyataan empiris. Kenyataan empiris masih bisa dijelaskan oleh yang tidak empiris pada yang unconscious dan model yang digunakan adalah kebudayaan sebagai perangkat simbol dan tanda (sumber: catatan pribadi)

Lebih dulu saya ingin mengetengahkan apa yang disampaikan Ahimsa-Putra mengenai apakah paradigma atau epistemologi Strukturalisme bisa digunakan untuk memahami semua jenis gejala sosial budaya. Ahimsa mengatakan bisa dengan catatan data mengenai gejala sosial-budaya itu sendiri sudah tersedia cukup lengkap (halaman 444, Strukturalisme Levi-Strauss Mitos dan Karya Sastra). Sebagaimana penelitian dimulai dengan pertanyaan, pertanyaan yang bisa dimunculkan dari epistemologi dan/atau paradigma ini adalah misalnya Seperti apa struktur sosial masyarakat penggresek yang tentunya data etnografi yang dibutuhkan adalah berupa wawancara – wawancara dengan masyarakat yang mendapatkan penghasilan dari menggresek. Dan sekali lagi contohnya bisa diambil dari contoh di atas:

T:         Ya, tapi saya bilang, kertasnya belum kering dan kartonnya belum cukup. Minggu ini mungkin dia setor. Kalau soal harga masih tetap saja. Memang orang – orang seperti kita ini yang repot. Juragan tinggal ongkang – ongkang saja, terima sana, terima sini.
            ………………………………………………………………………………………………………
P:         Nggak seperti kita ya? Habis gresek masih kerja lagi macam – macam
T:         Yang digresek juga lain sih. Kalau plastik – plastik dan kertas itu tidak dibersihkan dan diatur, kita kan yang repot. Mana ada bakul yang mau terima barang kita. Juga kalau mau ditimbang begitu saja kan nggak bisa
            ………………………………………………………………………………………………………
Z:         Wah pak Mukh lagi untung hari ini. Dia klithi di sungai dapat emas sebesar batang korek.
            ...
P:         Apa dia nggak narik hari ini?
Z:         Nggak, katanya dia lagi malas ketemu juragannya karena sudah dua minggu ini dia ngeblong terus. Mungkin saja dia bisa setor hari ini dari hasilnya menjual emas dan bisa narik lagi
dan seterusnya

Tafsir Kebudayaan:     
Kebudayaan sebagai teks yang terwujud dalam perilaku dan Artefak dan menggunakan model bahasa yang merupakan perangkat simbol dan muncul dengan pemikiran kebudayaan sebagai teks Sehingga, menurut saya, kebudayaan itu sendiri letaknya ada dalam pikiran.Darundiyo Pandupitoyo dalam tulisannya yang berjudul Etnografi dalam Pendekatan Interpretatif (sebuah resume dari buku Tafsir Kebudayaan karya Clifford Geertz) http://www.scribd.com/doc/24698909/Etnografi-Dalam-Pendekatan-Interpretatif-Sebuah-Resume-Dari-Buku-Tafsir-Kebudayaan-Karya-Clifford-Geertz  menyatakan bahwa:
“Jadi menurut Geertz terdapat tiga ciri paparan etnografis, pertama paparan yang bersifat interpretative; kedua paparan ini mencoba menyelamatkan dan menafsirkan segala perbincangan sosial dalam riset antropologis, ketiga apa yang interpretative adalah aliran perbincangan sosial. Namun, Geertz menambahkan satu lagi ciri yaitu paparan yang bersifat mikroskopis”.

Berdasarkan hal tersebut dengan mantap saya menggunakan lagi contoh dari etnografi yang menggunakan epistemologi Etnosains seperti tersebut di atas:
T:         Ya, tapi saya bilang, kertasnya belum kering dan kartonnya belum cukup. Minggu ini mungkin dia setor. Kalau soal harga masih tetap saja. Memang orang – orang seperti kita ini yang repot. Juragan tinggal ongkang – ongkang saja, terima sana, terima sini.
            ………………………………………………………………………………………………………
P:         Nggak seperti kita ya? Habis gresek masih kerja lagi macam – macam
T:         Yang digresek juga lain sih. Kalau plastik – plastik dan kertas itu tidak dibersihkan dan diatur, kita kan yang repot. Mana ada bakul yang mau terima barang kita. Juga kalau mau ditimbang begitu saja kan nggak bisa
           
            ………………………………………………………………………………………………………
Z:         Wah pak Mukh lagi untung hari ini. Dia klithi di sungai dapat emas sebesar batang korek.
            ...
P:         Apa dia nggak narik hari ini?
Z:         Nggak, katanya dia lagi malas ketemu juragannya karena sudah dua minggu ini dia ngeblong terus. Mungkin saja dia bisa setor hari ini dari hasilnya menjual emas dan bisa narik lagi
dan seterusnya

No comments:

Post a Comment