Thursday, November 8, 2012

Review: Social Relations in a Phillipine Market, William G. Davis

Artikel ini mengetengahkan bagaimana pasar digambarkan mengikuti sosial budaya yang berlaku terutama di daerah Baguio, Phillipine. Sistem pasar yang mengikuti sosial budaya di daerah ini di sebut Suki dimana transaksi yang seringkali terjadi antara penjual dan pembeli adalah yang memiliki ikatan  persaudaraan ataupun kekeluargaan. Suki sendiri merupakan penunjuk hubungan tersebut. Kekeluargaan di sini tidak hanya hubungan sedarah, namun juga lamanya hubungan yang terjalin antara penjual dan pembeli. Struktur yang mendukung berlangsungnya sistem ini adalah adanya sistem peminjaman uang atau yang di sini disebut sebagai credit. Dalam pemberian hutang ini, penjual tidak begitu saja meminjamkan uang namun melihat juga kedekatan yang ada antara penjual dan pembelinya. Alasan utama yang diketengahkan penulis mengenai berlakunya sistem suki ini adalah untuk menghindari kebangkrutan yang mungkin terjadi pada pihak penjual, sehingga penjual “mengikat” hubungan jual-beli dengan pembelinya atau bisa juga dikatakan “menabung” kekayaan dengan memberikan pinjaman uang kepada pembelinya. Credit di sini bukan hanya sebagai struktur yang mendukung terjadinya transaksi ekonomi namun merupakan hal utama dalam transaksi ekonomi tersebut. Meskipun ada kekhawatiran bahwa mungkin saja hutang itu akan terbayar dalam waktu yang lama namun hal tersebut tidak menghambat penjual untuk tetap memberikan pinjaman kepada pembeli atau sukinya.

Menarik bahwa sistem ini juga kemudian memberikan peluang untuk para pemberi hutang untuk memberikan pinjaman kepada yang lain melalui informasi yang diberikan oleh si penerima hutang mengenai mereka. Artikel ini mengingatkan saya pada adanya bank plecit yang ada di desa – desa di Bantul. Apakah peminjaman uang juga mempertimbangkan lama tidaknya si pemberi hutang mengenal si peminjam uang juga?

No comments:

Post a Comment