Thursday, November 22, 2012

Review: Resource Mobilization Theory and The Study of Social Movements, J. Craig Jenkins

RINGKASAN SERTA PEMAHAMAN AKAN TULISAN

Dalam artikel ini Jenkins mengawali dengan menyatakan bahwa Resource Mobilization Theory atau Teori Mobilisasi Sumber Daya memberikan pemaknaan alternatif atas gerakan – gerakan sosial. Jenkins merupakan seorang Sosiolog yang mengkhususkan diri dalam studi gerakan sosial, sosiologi politik dan pembangunan sosial. Artikelnya ini juga mengetengahkan kemunculan serta kontroversi yang muncul atas Teori Mobilisasi Sumber Daya (TMSD). TMSD dianggap sebagai teori yang cukup layak untuk menggantikan Entrepreneurial Mobilization yang berjaya pada era 1960an hingga 1970an.
Dijelaskan oleh Joe Foweraker dalam tulisannya yang berjudul Popular Mobilization in Mexico: The Teachers’ Movement, 1977-1987 bahwa entrepreneurial mobilization muncul dari kelompok – kelompok usahawan (entrepreneurial groups) yang tertekan dalam keadaan yang lebih ketat dan neoliberal. Kemunculan TMSD dinyatakan oleh Jenkins untuk menjawab perubahan dalam sektor gerakan sosial. TMSD ini, pada masa yang akan datang, disinyalir akan (1) memperluas teori sistem politik untuk menganalisa negara dan rejim yang berbeda, serta (2) menyediakan psikologi sosial yang lebih maju atas mobilisasi. K. S. Krishna Rao, dalam tulisannya berjudul Introduction to Indian Social Anthropology, menyebutkan bahwa TMSD (1) dikembangkan di Amerika; (2) sebagai respon terhadap gerakan hak – hak sipil, anti perang, perempuan dan kaum kulit hitam yang terjadi; (3) berusaha untuk “merehabilitasi” gerakan – gerakan sosial dengan menggabungkan kembali gerakan – gerakan tersebut ke dalam ranah aksi rasional atau pilihan rasional serta organisasi politik; (4) tidak memberikan ruang bagi dinamika emosional, pengalaman berkomunitas, memiliki tujuan bersama agar dapat tetap bertahan hidup serta solidaritas yang sudah ada sebelumnya; serta (5) terbatas pada konsep individu atas aksi sosial. Kelima hal terssebut dirangkum dengan jelas oleh Glenn D. Walters dalam tulisannya berjudul Lifestyle Theory: Past, Present, and Future yang menyatakan bahwa TMSD dapat dilihat sebagai refleksi atas pilihan aktor (gerakan) atas sumber daya yang ada dan tidak perlu bergantung pada pemahaman bahwa tindakan agresi muncul karena rasa frustasi untuk menjelaskan secara logis atas suatu proses politik.
Berikut ini tabel perbedaan antara teori TMSD dengan teori – teori yang mendahuluinya ataupun teori lainnya dalam menganalisa gerakan sosial. Tabel ini diketengahkan untuk melihat argumen dasar dari TMSD serta menunjukkan kontribusi TMSD pada pembentukan gerakan, proses mobilisasi, organisasi gerakan sosial serta hasil dari tantangan yang ada.


Teori - Teori Sebelumnya (Teori Klasik) serta Teori Lainnya
Teori Mobilisasi Sumber Daya

 Pada tahun 1960-an:
1.     Menjelaskan partisipasi individual dalam gerakan sosial
2.     Teori yang berkembang adalah Teori Masyarakat Massa (Mass Society), Teori Perampasan Relatif (Relative Deprivation), Teori Perilaku Kolektif (Collective Behaviour)
(i)    Aksi kolektif yang tidak terlembagakan
(ii)   Minim pengorganisasian
(iii)  Bentuk – bentuk dasar dari perilaku kolektif
(iv)  Merupakan gerakan – gerakan perubahan personal dan insitusional
3.      Gerakan sosial yang terjadi muncul karena tekanan struktural yang muncul karena adanya perubahan sosial yang sangat cepat
1.     Merupakan perpanjangan dari aksi yang terlembagakan
2.     Merupakan gerakan perubahan insitusional (aksi kolektif yang bertujuan untuk mengubah pengaturan lembaga [A general Theory of Institutional Change – Shiping Tang]) yang berusaha untuk mengubah elemen struktur sosial dan pembagian masyarakat yang diberikan dengan mengorganisir kelompok – kelompok yang sebelumnya tidak terorganisir untuk melawan lembaga elit dalam rangka mewakili kepentingan kelompok yang terpinggirkan dari sistem politik
3.     Mensyaratkan adanya kelompok yang terorganisir dan berwawasan

Asumsi
Pada tahun 1960-an:
1.     Partisipasi dalam gerakan sosial yang ada dinilai jarang dan tidak memuaskan.
2.     Aksi – aksi yang ada terlembagakan serta bentuk gerakannya khas
3.     Aktornya irasional
1.     Aksinya rasional (memiliki tujuan yang jelas dan pasti)
2.     Dasar dari tujuan gerakan ditentukan oleh konflik kepentingan yang mewujud dalam relasi kekuasaan
3.     Keluhan yang dihasilkan dari konflik tersebut tersebarluas sehingga pembentukan serta mobilisasi gerakan tergantung pada perubahan sumber daya, organisasi kelompok serta adanya peluang untuk tindakan kolektif
4.     Organisasi gerakan yang terpusat serta terstruktur secara formal merupakan kekhasan gerakan sosial modern dan lebih efektif dalam memobilisasi sumber daya
5.     Keberhasilan gerakan sangat ditentukan oleh faktor – faktor strategis dan proses politik yang memperangkapnya
Pembentukan Gerakan
Gerakan muncul karena adanya keluhan
atas hambatan strukutural akibat dari perubahan sosial yang sangat cepat
atas perubahan jangka panjang dalam hal sumber daya kelompok, organisasi serta adanya kesempatan diadakanya aksi kolektif

meningkatnya kesempatan bagi kelompok yang dirugikan serta kompak
Proses Mobilisasi

Mobilisasi hanya muncul jika “imbalan yang selektif” (selective benefits) ditawarkan
Keluhan (grievance)
Muncul akibat perubahan dalam relasi kekuasaan serta konflik kepentingan secara struktural  
Muncul karena ketersediaan sumber daya, kader, serta fasilitas pengorganisasian
Pendukung Teori
Model entrepreneurial movements banyak menjelaskan gerakan para pekerja pertanian serta penerima kesejahteraan (welfare recipients) – gerakan hak – hak sipil serta gerakan mahasiswa
Gerakan penyelamatan lingkungan mendukung teori ini dimana gerakan tersebut berusaha untuk mencapai tujuan yang dihubungkan dengan kepentingan yang lebih luas, tersebar, serta perkumpulan yang tidak terorganisir seperti masyarakat awam atau konsumen kelas menengah yang bermobilisasi tanpa inisiatif dari para usahawan
Kontribusi

Menekankan pada pentingnya kontribusi pihak luar dan kooptasi dari sumber daya insitusi yang dibicarakan oleh gerakan sosial kontemporer.
Kritik

Perspektif baru ini dianggap tidak begitu berbeda seperti yang diklaim oleh pemrakarsanya dan juga dianggap bertumpu pada kerangka teori yang terlalu sempit.

Tetap diperlukan pendekatan multi-faktor (multi-factor approach) yang melihat konteks sejarah dan keadaan dari proses – proses gerakan serta kejadian – kejadian yang menimbulkan gerakan – gerakan sosial serta perlunya digunakan beragam konsep dan teori yang dapat membantu kita menganalisa gerakan sosial yang “dinamis” ini.
Tantangan Utama

Tantangan utama dari teori ini berpusat pada keunggulan insentif moral ataupun insentif dengan tujuan tertentu – dari studi yang dilakukan dengan menggunakan teori ini ditemukan bahwa lebih dari setengah peserta telah memberikan kontribusi bagi kebaikan bersama tanpa insentif selektif
Solusi: mengembangkan program yang menawarkan insentif kolektif  dari solidaritas dan komitmen kelompok demi tujuan moral, strategi rekrutmen mengikuti prinsip-prinsip dasar yang sama. Kampanye dipusatkan di sekitar insentif bertujuan dan solidaritas, berfokus pada kelompok “alami” yang sudah ada sebelumnya, serta menghubungkan visi perubahan pada kelompok budaya yang sudah ada sebelumnya dinilai lebih efektif.
Hasil dari tantangan yang ada

Tidak hanya bergantung pada pilihan strategis tetapi juga pada sikap elit politik serta dukungan / oposisi dari organisasi yang memiliki kepentingan yang sudah ada dan gerakan lainnya. Keseimbangan dukungan dan kontrol sosial pada akhirnya dibentuk oleh perubahan dalam koalisi pemerintahan, struktur rejim dan perubahan sosial yang menimbulkan krisis rejim.



1 comment: