Thursday, November 8, 2012

Review: Political Anthropology: Manipulative Strategies, Joan Vincent


Tulisan ini direview dalam rangka untuk melihat peran elit dalam perubahan terutama dalam hal kohesi dan konflik internal. Siapa elit tersebut beserta dengan keberadaannya, posisinya serta hubungannya dengan politik lokal akan coba dilihat dari tulisan Vincent ini.

Dalam kajian politik, Vincent menyarankan untuk melihat aktor – aktor individu serta strategi mereka dalam arena politik. Teori yang digunakan oleh Vincent adalah Action Theory. Action theory, dijelaskan oleh Haviland dkk (The Essence of Anthropology, ditulis oleh William A. Haviland, Harald E. L. Prins, Dana Walrath, dan Bunny McBride) sebagai teori yang mengakui adanya hubungan antara masyarakat dengan lingkungan dalam membentuk perilaku sosial dan budaya, sekaligus juga menyadari bahwa beberapa pemimpin yang memiliki kekuasaan penuh berusaha untuk lebih meninggikan posisi mereka melalui tindakan yang berorientasi kepada kepentingan mereka semata. Dalam usahanya tersebut, para pemimpin ini bisa saja melakukan perubahan.

This theory acknowledges the relationship of society to the environment in shaping social and
cultural behavior, but it is also recognizes that forceful leaders strive to advance their positions through self-serving actions. In so doing, they may create change” (2009: 126).

Tindakan yang dimaksud dalam action theory ini dapat meliputi transaksi, interaksi simbolik, sistem analisa, individualisme metodologis, teori permainan, teori interaksi, dan klientelisme politis. Action theory di Antropologi Politik lebih melihat pada individu dan motif dari pilihan yang dibuatnya serta ditutup dengan ksimpulan atas batasan struktural perilaku. Ada 2 (dua) langkah yang diusulkan. Yang pertama adalah mencaritahu individu dalam organisasi sosial resmi dan interstitial. Organisasi sosial yang interstitial dijelaskan oleh Frederic Thrasher dalam tulisannya berjudul The Gang dimana Geng merupakan kelompok insterstisial yang awalnya dibentuk secara spontan dan kemudian diintegrasikan melalui konflik. Karakter dari geng tersebut ditunjukkan melalui beberapa jenis perilaku seperti pertemuan tatap muka, pembentukan karakter, bergerak dalam kelompoknya, adanya konflik dan perencanaan, Hasil dari perilaku kolektif ini merupakan pengembangan dari tradisi, struktur internal spontan, rasa kebanggaan, persaudaraan dan kesetiaan, solidaritas, semangat, kesadaran kelompok, serta keterikatan pada wilayahnya. Dan yang kedua atau yang terakhir adalah analisa atas aksi dan interaksi politik. Kedua hal tersebut dikaitkan dengan perubahan sosial yang terjadi di Negara Dunia Ketiga.

Pendekatan dengan action theory dalam Antropologi Politik membawa kita kepada dua tema besar yaitu (1) pertemuan tatap muka dengan individu tertentu dan (2) setting pertemuan dalam masyarakat tertutup. Masyarakat tertutup dituliskan sebagai petani masyarakat suku tertentu yang mempertahankan kontrol atas tanah yang dinilai efektif, lebih mementingkan subsisten dibandingkan investasi ulang, mempraktikkan batas teritori dan endogami, mencegah penyewaan atau perampasan tanah rakyat oleh orang luar, distribusi sumber daya komunitas meskipun distribusi tersebut dapat mempertajam ketidaksetaraan para elit dalam masyarakat (Elizabeth Fitting, The Struggle for Maize: Campesinos, Workers and Transgenic in the Mexican Countryside). Masyarakat tertutup, secara historis, dituliskan oleh Frank Cancian (The Decline of Community in Zinacantan: Economy, Public Life, and Social Stratification, 1960-1987) dilakukan oleh masyarakat, yang dulunya terbuka, dalam rangka mempertahankan diri dari tuntutan eksploitatif dari non-petani yang menduduki posisi dominan dalam masyarakat kapitalis. Akar dari action theory ini adalah dilakukannya manipulasi simbol dan sumber daya berbentuk materi oleh para elit. Yang dimaksud dengan simbol di sini adalah aturan – aturan, budaya, norma – norma, nilai, mitos serta ritual. Simbol disebutkan selalu dimanipulasi oleh antarindividu dan antarkelompok demi memperoleh power atau kekuasaan.

Perubahan yang dimaksud oleh Vincent adalah perubahan dalam masyarakat yang mengimplikasikan perubahan aturan dalam hal pengaturan hubungan sosial seperti kepemilikan tanah, hak untuk menggunakan otoritas, tanggungjawab untuk bekerjasama dengan orang – orang tertentu pada kesempatan tertentu. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa demi meninggikan posisi mereka, para elit dapat saja melakukan perubahan, Perubahan perhatian terhadap orang – orang tertentu atau para elit (patron, client, bróker [Individu – individu yang menjembatani masyarakat setempat dengan urusan – urusan di tingkat nasional]) ke keadaan tertentu hingga terbentuk faksionalisme (Faksi terbentuk ketika lingkungan sekitar menyediakan sumber politis dimana kelompok yang ada tidak dapat mengeksploitasinya), mendorong para elit untuk meraih kekuasaan agar dapat mengontrol tindakan orang lain dan biasanya dilakukan menurut struktur dan dibarengi dengan peran yang dimiliki serta sifat spontanitasnya. Dengan demikian segala tindakan yang diambil merupakan tindakan yang disadari dan memiliki tujuan.

Para elit yang dimaksud di sini merupakan orang – orang dengan posisi, status dan dalam kelas tertentu seperti misalnya pemilik tanah. Pemilik tanah dapat mengontrol massa dan dalam saat yang bersamaan mendapat keuntungan dari akses istimewa pada sumberdaya yang terbatas

No comments:

Post a Comment