Friday, November 30, 2012

Simbolisasi Penggantian Nama Suatu Kelompok Masyarakat di Losarang, Indramayu sebagai Reaksi terhadap Keadaan Politik dan Ekonomi di Indonesia


URAIAN PERISTIWA BESERTA DESKRIPSINYA

Orde Baru Rente terbentuk pada tahun 1970-an dimana negara menduduki posisi investor terbesar yang disusul pengusaha Cina pada urutan kedua dan pengusaha pribumi pada urutan ketiga. Perusahaan – perusahaan Negara banyak yang mengalami kerugian namun kondisi ekonomi pengusahanya sendiri mengalami peningkatan. Pengusaha Cina yang menduduki urutan kedua sebagai investor mengalami peningkatan usaha akibat koneksinya dengan pejabat tinggi Negara dan pengusaha pribumi yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan Negara juga mengalami perkembangan usaha. Namun rakyat Indonesia sendiri tidak terbebas dari kemiskinan karena pertumbuhan ekonomi tersebut hanya dinikmati oleh beberapa orang saja. 60% penduduk Indonesia atau sekitar pada tahun tersebut mengalami kemiskinan pada tahun 1970 dan jumlah itu menurun hingga sekitar 54 juta penduduk atau sekitar 40% dari jumlah penduduk Indonesia mengalami kemiskinan pada tahun 1976. Meskipun pada akhir 1970-an, pembangunan di Indonesia mengalami kendala akibat “non market failure”. Dampak yang ditimbulkan berkaitan dengan hal ini adalah naiknya jumlah penduduk yang berada pada garis kemiskinan dan kesenjangan dalam hal pendapatan karena kegagalan tersebut. (Sumber: http://pmiigadjahmada.wordpress.com/2010/05/16/analisis-kondisi-ekonomi-politik-indonesia-tahun-1945-%E2%80%93-2007/).

Sementara itu pada waktu yang bersamaan seorang nelayan sedang berbincang – bincang dengan seorang pemuda nelayan bernama Takmad yang berasal dari Malang Semirang, Indramayu dan memiliki kemampuan bela diri. Nelayan ini meminta Takmad untuk mengajarkan bela diri kepada masyarakat Losarang Indramayu. Sebuah perguruan bela diri pun dibentuk di Losarang Indramayu pada tahun 1970. Perguruan bela diri yang mengajarkan ilmu kanuragan ini pada tahun 1974 diberi nama Silat Serbaguna. Kata serbaguna sendiri oleh dapat diartikan bahwa ilmu yang dipelajari dapat digunakan untuk mendapatkan pengasihan, rezeki, digeruni, pelaris, dan untuk mengobati penyakit jasmani dan rohani (Sumber: http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2860072).  Perguruan silat ini berjalan terus hingga pada tahun 1992 Takmad mengumpulkan maling – maling untuk melakukan pencurian dalam segala bentuknya yang kemudian hasilnya diberikan kepada masyarakat yang memerlukan seperti masyarakat yang miskin atau yang kurang makan. Perkumpulan maling – maling ini kemudian disebut dengan Maling Guna. Sementara itu pada tahun yang sama Soeharto mengumumkan ada 27 juta rakyat miskin di Indonesia. Pada tahun ini juga Negara mengangkat isu kemiskinan untuk menjadi perhatian publik.
          
  Maling Guna ini tetap melakukan kegiatannya hingga pada tahun 1997 kelompok ini mengganti namanya dengan nama Suku Dayak yang bisa diartikan dengan mengayak diri sendiri. Ajaran yang disampaikan pada saat itu adalah bahwa sebelum kita mengajarkan orang lain, kita mengajar diri sendiri atau melihat kesalahan sendiri. Nama Suku Dayak itu sendiri kemudian pada tahun yang sama berubah menjadi nama Suku Dayak Siswa yang memiliki mazhab belajar, yaitu belajar untuk mengendalikan diri untuk menjadi yang lebih baik. Pemaknaan menjadi lebih baik ini dengan mereka membuka baju dan hanya menggunakan celana pendek saja dalam kehidupan sehari – hari. Mazhab untuk menjadi lebih baik ini mereka sebut dengan mazhab ngaji rasa. Pada tahun yang sama kerusuhan Banjarmasin meledak. “Pada tanggal 23 Mei 1997, Banjarmasin dilanda kerusuhan massal pada hari terakhir putaran kampanye yang dilakukan Golkar menjelang pemilu 1997. Dilihat dari skala kerusuhan dan jumlah korban serta kerugiannya, peristiwa yang kemudian disebut sebagai “Jumat Membara” ini sebagai termasuk salah satu yang terbesar dalam sejarah Orde Baru. Namun, akibat ketertutupan pemerintah, tidak ada laporan yang akurasinya bisa dipercaya penuh mengenai apa yang sesungguhnya terjadi dilapangan pada waktu itu. Dibandingkan dengan skalanya, berita-berita pers sangat terbatas dan tidak sebanding.(Sumber: http://persma.com/baca/2009/11/01/refleksi-kerusuhan-banjarmasin-1997-bag-1.html).
        
    Nama Suku Dayak Siswa untuk kelompok ini berubah lagi pada tahun 1998 sebelum terjadi kerusuhan Mei 1998. Nama kelompok ini berubah menjadi Suku Dayak Mahasiswa yang memiliki mazhab untuk menjadi pembela masyarakat. Kerusuhan Mei 1998 itu sendiri terjadi pada tanggal 13 – 15 Mei 1998. “Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan yang terjadi di Indonesia pada 13 Mei - 15 Mei 1998, khususnya di ibu kota Jakarta namun juga terjadi di beberapa daerah lain. Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh tragedi Trisakti di mana empat mahasiswa Universitas Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998.”

            Umar Juoro menyatakan penyebab utama kerusuhan Mei 1998 kepada Radio Nederland Wereldomroep. Berikut ini kutipan dari wawancara tersebut:
Radio Nederland Wereldomroep [RNW]: Pak Umar, agak balik dulu nih. Apa penyebab kerusuhan ketika itu?
Umar Juoro: Sebetulnya, situasinya sangat kacau. Tapi jelas sekali bahwa pada waktu itu kan demonstrasi mahasiswa menentang kepemimpinan almarhum Presiden Soeharto. Lalu, kemudian juga, banyak pihak lain yang terlibat, sehingga terjadi kerusuhan yang di luar kendali oleh aparat keamanan sekali pun. Dan itu menjadi pemicu utama jatuhnya Soeharto pada waktu itu, digantikan oleh Pak Habibie.

            Pasca turunnya Soeharto, mulai pada tahun 2000 muncul beberapa peristiwa kekerasan di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah konflik agama yang pertama kali muncul di Poso, Sulawesi Tengah pada tahun 2000, kekerasan antara etnis Madura dan Dayak di Kalimantan dan juga terjadinya pemboman gereja pada hari Natal pada tahun 2000. Mulai pada tahun 2000, nama Suku Dayak Mahasiswa berubah menjadi Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu dengan pengertian masing – masing kata sebagai berikut:
- Suku: kaki (masing – masing tujuan dan kepercayaan)
- Dayak: ramai (banyaknya tujuan dan kepercayaan manusia) atau juga bisa diartikan secara bahasa 
   yaitu di ayak / nyaring antara salah dan benar
- Hindu: di dalam kandungan / rahim
- Budha: wudha, telanjang (manusia terlahir dalam keadaan telanjang)
- Bumi: sebagai wujud
- Segandu: sekujur badan
- Indramayu: In (inti yang paling dalam)
                    Darma (orang tua)
                    Ayu: wanita
(Sumber: Lembaran Sejarah Alam Ngaji Rasa – ditulis oleh Komunitas Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu di Losarang).
Dan pada tahun 2001, Megawati menjadi Presiden pertama wanita di Indonesia.

ANALISA
Sebagaimana pernah diungkakan oleh P. M. Laksono  dalam salah satu perkuliahannya bahwa kita harus memilih peristiwa – peristiwa, informasi – informasi untuk mengatakan sesuatu dari sesuatu, dalam paper ini saya berusaha untuk melihat peristiwa pemberian nama pada kelompok di Losarang dengan melihat konteks keadaan politik dan Ekonomi di Indonesia seperti yang saya tuliskan pada uraian peristiwa. Sehingga bisa dikatakan bahwa penamaan kelompok Losarang yang berganti – ganti tersebut memiliki relasi dengan keadaan politik dan juga ekonomi di Indonesia pada tahun – tahun tersebut. Sehingga apa bila dituangkan dalam bentuk tabel akan nampak sebagai berikut.

TAHUN
KEADAAN POLITIK DAN EKONOMI DI INDONESIA
NAMA KELOMPOK
1970an
-          Orde Baru Rente lahir
-          60% penduduk Indonesia mengalami kemiskinan (1970)
-          40% penduduk Indonesia mengalami kemiskinan (1974)
Silat Serbaguna dimana ilmu yang dipelajari dapat digunakan untuk mendapatkan pengasihan, rezeki, digeruni, pelaris, dan untuk mengobati penyakit jasmani dan rohani (1974)
1992
27 juta rakyat miskin di Indonesia. Pada tahun ini juga Negara mengangkat isu kemiskinan untuk menjadi perhatian publik.
Maling Guna
1997
Kerusuhan Banjarmasin (“Jumat Membara”)
Suku Dayak
Suku Dayak Siswa
1998
Kerusuhan Mei 1998
Suku Dayak Mahasiswa
2000-2001
Konflik Agama di Poso
Kerusuhan Etnis Dayak dan Madura
Naiknya Megawati menjadi Presiden
Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu

Sehingga sekali lagi dapat dikatakan bahwa terlihat adanya pola pemberian nama yang berganti – ganti pada kelompok tersebut berdasarkan pada keadaan politik dan ekonomi di Indonesia atau dalam kata lain konteks pemberian nama tersebut adalah keadaan politik dan ekonomi di Indonesia. Pertanyaan selanjutnya adalah pemberian nama oleh kelompok tersebut untuk membangun apa?
            
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya akan mencoba mengingat kembali praktek syamanisme pada tulisan Levi-Strauss dimana pada diskusi perkuliahan Teori Simbol diungkapkan bahwa ada proses induksi dalam praktik syamanisme tersebut. Proses induksi yang dimaksudkan di sini adalah ungkapan – ungkapan si dukun menyatakan kesakitan ibu yang tidak terungkapkan tersebut menjadi terungkapkan dan sehingga si ibu memaknai kesakitan tersebut sebagai sesuatu yang normal.
            
Berdasarkan pada hal tersebut di atas, saya menginterpretasikan pemberian nama yang berganti – ganti oleh kelompok tersebut adalah merupakan suatu usaha oleh kelompok tersebut dalam memaknai kejadian politik dan keadaan ekonomi yang sedang berlangsung di Indonesia pada tahun – tahun nama tersebut berganti. Penamaan tersebut adalah upaya kelompok tersebut untuk memahami keadaan, yang menurut saya, dipandang carut marut oleh kelompok tersebut. Atau dengan kata lain kalau saya boleh mengutip kata – kata Laksono adalah “upaya menghayati atau memerankan kembali seluruh ingatan dan pengalaman yang dilupakan dengan ekspresi dan emosi yang sesuai”. Proses ini adalah apa yang disebut proses abreaksi yang mengangkat seluruh isi yang melalui mekanisme psikis represi (penekanan) dijadikan tak sadar ke tingkat kesadaran. Mengapa saya memilih untuk melihat peristiwa penamaan ini sebagai proses abreaksi penjelasannya adalah sebagai berikut:
Ada upaya dari pemerintah untuk menutupi segala agenda politik dengan adanya peristiwa  - peristiwa tersebut. Bahkan dalam kerusuhan Banjarmasin dinyatakan adanya keterbatasan informasi dan Kerusuhan Mei sendiri dianggap belum selesai oleh banyak pihak. Kecarut marutan ini dalam bentuk keadaan ekonomi dan juga keadaan politik yang saya sebutkan di atas merupakan kesalahan pemerintah yang tidak pernah diselesaikan secara tuntas dan bahkan ada usaha untuk membuat masyarakat lupa atas kejadian tersebut.

Pemberian nama yang berganti – ganti ini saya pikir merupakan usaha dari kelompok ini untuk membangun wacana bahwa sesungguhnya mereka memahami apa yang sedang terjadi di negara ini. Pemberian nama ini menurut saya adalah bentuk resistensi kelompok Losarang ini terhadap keadaan politik dan ekonomi di Indonesia.

Apabila kelompok ini mengatakan, “oleh karena itu pengertian suku dayak hindu budha bumi segandu Indramayu bukanlah sebagai etnis melainkan sebagai istilah bahasa yang lahir berdasarkan ucapan dan kenyataan” maka bisa dikatakan bahwa peristiwa – peristiwa politik dan keadaan ekonomi (kenyataan) memiliki relasi dengan pemberian nama (ucapan) yang berganti – ganti oleh kelompok di Losarang tersebut atau dengan kata lain KEADAAN POLITIK DAN KEADAAN EKONOMI DI INDONESIA MEMPENGARUHI PENGGANTIAN NAMA KELOMPOK DI LOSARANG. Subyek dalam hal ini adalah keadaan politik dan ekonomi di Indonesia dan obyeknya adalah penggantian nama kelompok di Losarang. Keadaan politik dan ekonomi di Indonesia menjadi signifier sedangkan penggantian nama menjadi signified. Namun signified ini sendiri, atau obyek tersebut dapat menjadi subyek berdasarkan apa yang dibangun oleh penggantian nama tersebut. PENGGANTIAN NAMA KELOMPOK DI LOSARANG ADALAH BENTUK RESISTENSI KELOMPOK INI TERHADAP KEADAAN POLITIK DAN KEADAAN EKONOMI DI INDONESIA.

KESIMPULAN
Berdasarkan apa yang saya kemukakan di atas saya beranggapan bahwa penggantian nama sebuah kelompok masyarakat di Losarang merupakan reaksi atas keadaan politik dan ekonomi di Indonesia.

No comments:

Post a Comment