Thursday, November 8, 2012

Paradigma yang Berlandaskan pada Epistemologi Positivisme


Untuk mengetahui dua paradigma yang berlandaskan pada epistemologi Positivisme, ada baiknya berbicara dulu mengenai definisi epistemologi (poin a)) dan paradigma (poin b)). Dalam makalah pelatihan Metode Penelitian, Ahimsa-Putra menyatakan:

a)    “Secara sederhana epistemologi dapat didefinisikan sebagai teori tentang pengetahuan (theory of knowledge). Dalam epistemologi dibicarakan antara lain asal –usul pengetahuan, sumber pengetahuan, kriteria pengetahuan, dan sebagainya, serta perbedaan – perbedaan antara pengetahuan dan ilmu pengetahuan (science). (2007: 41)

b)    Sedangkan untuk definisi paradigma, Ahimsa-Putra memulai dengan mendefinisikan kerangka teori sebagai berikut:
“Seperangkat pernyataan tentang hakekat, cara memandang, cara merumuskan, dan cara menjawab suatu persoalan dengan menggunakan cara dan tata-urut tertentu, yang akan dapat menghasilkan pernyataan tertentu tentang persoalan tersebut” (2007: 5)
Kerangka teori dengan definisi tersebut di atas yang sekarang populer disebut sebagai paradigma. Paradigma itu sendiri memiliki sembilan unsur (seperti dijelaskan dalam perkuliahan Epistemologi Antropologi), yaitu:

1.    Asumsi Dasar
Asumsi dasar adalah pendapat-pendapat yang dianggap benar (tidak harus diuji, sudah mapan, dianggap benar). Bisa dikatakan salah kalau dipandang dari sudut pandang lain.
-          bisa dari pandangan–pandangan filosofis (falsafah) yang diperoleh dari perenungan-perenungan karena logis
-          dari teori-teori mapan yang sudah disepakati

2.    Nilai-nilai
Adalah patokan-patokan atau pendapat-pendapat untuk menentukan baik buruknya dan bermanfaat tidaknya suatu hal (kegiatan, penelitian).

3.    Model
Setiap paradigma punya model atau analogi atau perumpamaan. Karena fenomena sosial budaya sangat kompleks. Model sifatnya menyederhanakan. Kita mengumpamakan gejala sosial dengan sesuatu yang lain. Paradigma yang berbeda menggunakan model yang berbeda.

4.    Masalah
Setiap masalah punya paradigmanya sendiri-sendiri. Penelitian harus berangkat dari pertanyaan atau hipotesis atau dari kedua-duanya.
                                                      Masalah


Pertanyaan(untuk dijawab)                 Hypothesis (untuk diuji)

5.    Konsep
Adalah istilah dengan makna tertentu.

6.    Metode Penelitian
Penelitian adalah mengumpulkan data. Data dikumpulkan dengan metode penelitian tertetu. Pengumpulan data didasarkan pada masalah.

7.    Metode Analisis
Dilakukan setelah data terkumpul yang kemudian menghasilkan teori.

8.    Teori/Hasil Analisis

9.    Ethnography
Penulisan teori/hasil analisis

Apabila dikatakan suatu epistemologi memiliki tiga unsur pertama dari sebuah paradigma yaitu asumsi dasar, nilai dan model, lalu apa asumsi dasar, nilai dan model epistemologi Positivisme?

Asumsi dasar, nilai dan model sebuah epistemologi dinyatakan oleh Ahimsa-Putra tidak secara eksplisit terjelaskan atau bentuknya implisit. Positivisme memiliki asumsi bahwa gejala sosial budaya seperti gejala alam (mengacu pada ilmu alam karena ilmu alam muncul lebih dulu) yang modelnya bisa mewujud dalam organisme yang berubah (paradigma Evolusionisme) atau yang unsur – unsurnya berkaitan secara fungsional (paradigma Fungsionalisme). Positivisme juga beranggapan bahwa sebuah ilmu pengetahuan tujuannya adalah merumuskan hukum. Kaum Positivistis (penganut paham Positivisme) beranggapan bahwa ilmu pengetahuan haruslah obyektif dimana peneliti tidak terpengaruh dengan minat/seleranya sebagai seorang individu.

Dua paradigma dari lima paradigma yang berlandaskan pada Positivisme adalah:

1)    Evolusionisme
-          Memiliki landasan filsafat dimana gejala sosial budaya seperti gejala alam
Untuk lebih menjelaskan bahwa paradigma ini melihat gejala sosial budaya seperti gejala alam, dijelaskan dengan baik di sebuah website e-Library UT di  http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php?menu=bmpshort_detail2&ID=412 yang menyatakan:
-   Menggunakan Menggunakan model organisme dalam mendefinisikan kebudayaan. Kebudayaan, menurut pemahaman saya, dalam paradigma Evolusionisme mengalami suatu proses perubahan yang relatif lambat menuju sebuah sistem yang relatif lebih kompleks. Atau dengan kata lain saya akan mengambil dari tulisan yang berjudul Evolusionisme Dalam Teori Ilmu Pengetahuan Sosial yang ditulis oleh Soetandyo Wignjosoebroto yang menyatakan “Evolusionisme dalam teori-teori sosial tentang hukum. Pengaruh teori evolusi Darwin pada pemikiran para teoretisi ilmu pengetahuan sosial tak pelak lagi pengaruh itu telah juga bersiterus – secara langsung ataupun tidak -- ke alam pemikiran teoretisi ilmu pengetahuan sosial yang memfokuskan perhatiannya kepada persoalan-persoalan perkembangan hukum sebagai institusi sosial. Manakala pada asasnya teori evolusi Darwin itu mengedepankan tesis bahwa fenomen hayati itu mengalami perkembangan dari yang wujud-wujud organisme yang simpleks ke yang kompleks, maka perkembangan masyarakat -- sebagai suatu supra organisme dengan segenap komponen organiknya (yang disebut ‘institusi’, yang salah satunya adalah pranata hukum) – akan berkenyataan demikian pula” sumber diambil dari website yang beralamatkan di http://blog.unila.ac.id/pdih/files/2009/05/evolusionisme.pdf.

2)    Fungsionalisme
Paradigma ini menggunakan model organisme. Masyarakat diumpamakan seperti organisme / makhluk hidup. Model organisme adalah perumpamaan kebudayaan seperti makhluk hidup yang beradaptasi dengan lingkungan dan dimana unsur – unsur kebudayaan itu sendiri berhubungan secara fungsional.

Jelas bahwa kedua paradigma tersebut melandaskan diri pada epistemologi Positivisme yang melihat gejala sosial budaya seperti gejala alam. Dan mengambil model organisme yang adalah merupakan bagian dari alam. Ahimsa-Putra sendiri dalam makalahnya menyatakan ada lima paradigma yang melandaskan diri pada Positivisme yaitu:
a. Paradigma Evolusionisme
b. Paradigma Fungsionalisme
c. Paradigma Fungsionalisme-Struktural
d. Paradigma Analisis Variabel
e. Paradigma Cross-Cultural
(2007: 42)



No comments:

Post a Comment