Halaman 87
- 90
Analytic
Point:
Kata hilang berarti
lenyap atau tidak hadirnya seseorang atau sesuatu.
Orienting
Information:
Sensasi kekosongan yang dingin dari sebuah kehilangan
seseorang atau sesuatu, digambarkan dengan sangat indah oleh Pramoedya Ananta
Toer dalam salah satu cerita pendeknya yang berjudul “Yang Sudah Hilang”
Excerpt:
Kali Lusi melingkari separuh bagian kota Blora yang
sebelah selatan. Di musim kering dasarnya yang dialasi
batu-kerikil-lumpur-pasir itu mencongak – congak seperti menjenguk langit. Air
hanya beberapa desimeter saja di tempat – tempat dangkal. Tapi bila hujan mulai
turun, dan gunung – gunung di hutan diliputi mendung, dan matari tak juga
muncul dalam empatpuluh atau limapuluh jam, air yang kehijau – hijauan itu jadi
kuning tebal mengandung lumpur. Tinggi
air melompat – lompat tak terkendalikan. Kadang – kadang hingga duapuluh meter.
Kadangkala lebih. Dan air yang mengalir damai itu tiba – tiba berpusing –
pusing dan mengamuk gila, diseretinya rumpun – rumpun bamboo di sepanjang tepi
seperti anak kecil mencabuti rumput. Digugurinya tebing – tebing dan diseretnya
beberapa bagian bidang lading penduduk. Lusi: dia merombak tebing – tebingnya
sendiri.
Dan
di dalam hidup ini, kadang – kadang aliran yang deras menyeret tubuh dan nasib
manusia. Dan dengan tak
setahunya ia kehilangan beberapa bagian dari hidup sendiri …
Dari
depan rumah kami nampak pucuk rumpun – rumpun bamboo yang hijau hitam. Bila angin meniup mereka meliuk merayu – rayu. Kadang
terdengar mereka bersuling sunyi di antara gerasakan angin. Dan semua pemandangan dan pendengaran itu sering
menakutkan hatiku diwaktu kecil. Segera aku lari ke pangkuan bunda – menangis.
Hingga
kini masih terdengar – terdengar olehku bunda bertanya: “Mengapa menangis?”
Dan
tangannya yang tak lembut lagi seperti semasa gadisnya mengusap – usap pipiku
yang kurus. Dan suara kanak – kanakku yang masih cedal menjawab di antara
sedu-sedan: “Ibu – bamboo itu menangis.”
Dan
bunda mengambil daku dan diletakkan di pangkuannya. Berkata ia memberanikan: “Dia tak menangis. Tidak. Ia
sedang bernyanyi.”
Kemudian
ibupun menyanyilah, nyanyian halus yang selalu dan selalu menenggelamkan
ketakutan, kesedihan, dan kebencianku terhadap sesuatu. Nyanyian daerah! Tak
jarang suaranya yang lembut lunak mendayu – dayu mengajak aku tidur. Kadang –
kadang waktu menyanyi kubelai – belai rambutnya yang kacau ditiup angin.
Kupermain – mainkan kupingnya yang dihiasi markis berlian. Kemudian, kemudian
terdengar suaranya yang manis dalam perasaanku: “Engkau mengantuk,” katanya.
“Mari kutidurkan.”
Dan
kubuka mataku besar – besar agar dapat terus menikmati nyanyian bunda. Tapi aku
tak kuasa lagi membuka tapuk mataku lagi…
Tapi
semua itu sudah hilang kini. Semua itu telah lenyap seperti tebing – tebing dan
rumpun – rumpun bamboo disereti air pasang kali Lusi. Dan aku tak kuasa menahan
arus besar itu. Terasa benar olehku betapa mudah manusia didamparkan oleh
gelombang waktu dari tempat ke tempat, dari perasaan ke perasaan.
Analytic
Commentary:
Kehilangan,
sensasi yang menyesakkan dada akibat lenyapnya sesuatu,
begitu indah digambarkan Pramoedya dalam kutipan cerita pendeknya di atas. Rasa
kehilangan di atas menggambarkan hilangnya sebuah keindahan yang polos, yang
diambil oleh sebuah kekuatan besar di luar diri seorang anak kecil. Kehilangan
itu menyublim karena terjadi di luar kekuasaan manusia. Seseorang mungkin menyaksikan
hancurnya tanggul dan merenungkan nasib tanggul tua itu dengan masa kecil
seseorang yang tersapu oleh arus sungai dan waktu. Tapi tanggul tua itu sudah
tidak ada, dan karena sudah tidak ada lagi, orang tersebut membangunnya lagi
dalam kenangannya dengan begitu sempurna dan indah. Inilah kehilangan yang
sesungguhnya yang membuat apa yang hilang itu begitu asli dan nyata.
Sensasi
kehilangan itu dibangun untuk dipertentangkan dengan ketakberdayaan manusia
menolak gelombang arus sungai dan waktu. Dalam kutipan di atas, setiap
pertanyaan pada soal kerja mesin hidraulik yang mengatur arus air sungai Lusi,
akan menghancurkan kemurnian sensasi yang dibangun dan akan terlihat tidak
berkaitan atau tidak perlu.
Pramoedya
menciptakan kembali yang sudah hilang,
dan melalui cerita itu, dia menghidupkan kembali dalam benak pembacanya, sensai
kehilangan yang dirasakan seorang anak kecil, yang sekarang sudah dewasa dan
melihat kembali apa yang sudah hilang dari dirinya. Apa yang hilang adalah
dunia masa kanak – kanak, dengan seorang ibu yang menyanyikan tembang Jawa
untuk menghibur anaknya. Latarnya memang dunia Jawa. Tapi apa yang ditulis
dalam cerita pendek Pramoedya bukan lagi dunia Jawa, tapi Indonesia. Pramoedya
menulis tentang penciptaan dunia baru dari kekosongan bagi bangsa yang masih
muda yang dimulai dengan penciptaan masa lalunya, masa kanak – kanaknya, yang
“hilang”.
CONTOH LAINNYA (DIAMBIL DARI CATATAN ETNOGRAFI PENULIS BLOG INI)
SUSUNAN
KALIMAT DAN RAS
Analytic
Point:
Untuk Miun, individu – individu yang berasal dari suku
yang berbeda yang dilihat berdasarkan dari penyusunan kalimat
Orienting
Information:
Miun mengutarakan adanya perbedaan di antara individu –
individu dengan suku yang berbeda tersebut berdasarkan pada sifat orang – orang
tersebut.
Excerpt:
Menurut Miun, “kalau Jawa itu … lebih tahu … lebih memahami
gitu … kayak misalnya dari cara ngomong
itu kan beda antara orang Jawa dengan orang Batak”. Saya pun kemudian meminta
keterangan lebih lanjut mengenai perbedaan cara berbicara kedua suku tersebut. Sambil tertawa kecil Miun mengungkapkan, “kalau Batak
itu kebanyakan … to the point. Kalau
Jawa itu biasanya nyamping dulu”.
Miun kemudian mencontohkannya dengan cara individu – individu tersebut dalam
meminta Miun untuk membuatkan minuman untuk mereka. Berikut ini adalah kata –
kata yang dikutip oleh Miun dari orang – orang dengan suku yang berbeda
tersebut: Jawa: “mas kalau bisa saya buatin teh”; Batak: “mas saya buatin teh”.
Kata Miun, “nah … itu kan beda. Seperti Mbak ****** (menyebutkan marga seseorang) itu dulu awal pertengahan
kerja di sini kalau minta minum bilang “mas, saya buatin teh” … walaupun dia
ngomongnya sambil senyum tapi bagi orang Jawa itu to the point … itu dulu kalau sekarang sudah enggak. Tapi kalau
kayak Mas Andi (nama disamarkan) kalau minta minum bilangnya “mas, minta tolong buatin minum””
Analytic
Commentary:
Dalam kutipan di atas diberikan contoh – contoh
kalimat dalam konteks meminta bantuan untuk membuatkan teh. Senyuman yang
ditunjukkan oleh ******* (marga) tidak diperhitungkan dalam membedakan suku bangsa oleh
Miun. Miun lebih memperhatikan susunan kata – kata yang dikatakan oleh ke dua
orang yang berbeda suku bangsa itu. Bagi Miun kata – kata, “Mas, Saya buatin
teh” adalah perintah langsung tanpa bumbu – bumbu yang lainnya atau yang di
sebut dengan to the point. Sedangkan
untuk orang Jawa penambahan kata dalam kalimat perintah dianggap tidak to the point. Bagi Miun, to the point yang ditunjukkan lewat
kalimat yang diutarakan merupakan sifat orang Batak sedangkan kalimat yang
“menyamping” biasanya diucapkan oleh orang Jawa.
No comments:
Post a Comment