Tulisan ini direview
dalam rangka untuk melihat peran elit dalam perubahan terutama dalam hal
kohesi dan konflik internal. Siapa elit tersebut beserta dengan keberadaannya,
posisinya serta hubungannya dengan politik lokal akan coba dilihat dari tulisan
Vincent ini.
Dalam
kajian politik, Vincent menyarankan untuk melihat aktor – aktor individu serta
strategi mereka dalam arena politik. Teori yang digunakan oleh Vincent adalah Action Theory. Action theory, dijelaskan oleh Haviland dkk (The Essence of
Anthropology, ditulis oleh William A. Haviland, Harald E. L. Prins, Dana
Walrath, dan Bunny McBride) sebagai teori yang mengakui adanya hubungan antara
masyarakat dengan lingkungan dalam membentuk perilaku sosial dan budaya,
sekaligus juga menyadari bahwa beberapa pemimpin yang memiliki kekuasaan penuh
berusaha untuk lebih meninggikan posisi mereka melalui tindakan yang
berorientasi kepada kepentingan mereka semata. Dalam usahanya tersebut, para pemimpin ini bisa saja melakukan perubahan.
“This theory acknowledges the relationship of
society to the environment in shaping social and
cultural
behavior, but it is also recognizes that forceful leaders strive to advance
their positions through self-serving actions. In so doing, they may create
change” (2009: 126).
Tindakan yang dimaksud dalam action theory ini dapat meliputi transaksi, interaksi simbolik,
sistem analisa, individualisme metodologis, teori permainan, teori interaksi,
dan klientelisme politis. Action theory di Antropologi Politik lebih melihat pada individu dan motif dari pilihan
yang dibuatnya serta ditutup dengan ksimpulan atas batasan struktural perilaku.
Ada 2 (dua) langkah yang diusulkan. Yang pertama adalah mencaritahu individu
dalam organisasi sosial resmi dan interstitial.
Organisasi sosial yang interstitial dijelaskan
oleh Frederic Thrasher dalam tulisannya berjudul The Gang dimana Geng merupakan kelompok insterstisial yang awalnya
dibentuk secara spontan dan kemudian diintegrasikan melalui konflik. Karakter
dari geng tersebut ditunjukkan melalui beberapa jenis perilaku seperti
pertemuan tatap muka, pembentukan karakter, bergerak dalam kelompoknya, adanya
konflik dan perencanaan, Hasil dari perilaku kolektif ini merupakan pengembangan
dari tradisi, struktur internal spontan, rasa kebanggaan, persaudaraan dan
kesetiaan, solidaritas, semangat, kesadaran kelompok, serta keterikatan pada wilayahnya.
Dan yang kedua atau yang terakhir adalah analisa atas aksi dan interaksi
politik. Kedua hal tersebut dikaitkan dengan perubahan sosial yang terjadi di
Negara Dunia Ketiga.
Pendekatan dengan action
theory dalam Antropologi Politik membawa kita kepada dua tema besar yaitu
(1) pertemuan tatap muka dengan individu tertentu dan (2) setting pertemuan dalam masyarakat tertutup. Masyarakat tertutup
dituliskan sebagai petani masyarakat suku tertentu yang mempertahankan kontrol
atas tanah yang dinilai efektif, lebih mementingkan subsisten dibandingkan
investasi ulang, mempraktikkan batas teritori dan endogami, mencegah penyewaan
atau perampasan tanah rakyat oleh orang luar, distribusi sumber daya komunitas meskipun distribusi tersebut dapat
mempertajam ketidaksetaraan para elit
dalam masyarakat (Elizabeth Fitting, The
Struggle for Maize: Campesinos, Workers and Transgenic in the Mexican
Countryside). Masyarakat tertutup,
secara historis, dituliskan oleh Frank Cancian (The Decline of Community in Zinacantan: Economy, Public Life, and
Social Stratification, 1960-1987) dilakukan oleh masyarakat, yang dulunya
terbuka, dalam rangka mempertahankan diri dari tuntutan eksploitatif dari
non-petani yang menduduki posisi dominan dalam masyarakat kapitalis. Akar dari action
theory ini adalah dilakukannya manipulasi
simbol dan sumber daya berbentuk materi oleh para elit. Yang dimaksud
dengan simbol di sini adalah aturan – aturan, budaya, norma – norma, nilai,
mitos serta ritual. Simbol disebutkan selalu dimanipulasi oleh antarindividu
dan antarkelompok demi memperoleh power atau
kekuasaan.
Perubahan yang dimaksud oleh Vincent adalah perubahan dalam masyarakat yang
mengimplikasikan perubahan aturan dalam hal pengaturan hubungan sosial seperti
kepemilikan tanah, hak untuk menggunakan otoritas, tanggungjawab untuk
bekerjasama dengan orang – orang tertentu pada kesempatan tertentu. Seperti
yang telah disebutkan di atas bahwa demi meninggikan posisi mereka, para elit
dapat saja melakukan perubahan, Perubahan perhatian terhadap orang – orang
tertentu atau para elit (patron, client, bróker
[Individu – individu yang menjembatani masyarakat setempat dengan urusan –
urusan di tingkat nasional]) ke keadaan tertentu hingga terbentuk faksionalisme
(Faksi terbentuk ketika lingkungan sekitar menyediakan sumber politis dimana
kelompok yang ada tidak dapat mengeksploitasinya), mendorong para elit untuk
meraih kekuasaan agar dapat mengontrol tindakan orang lain dan biasanya
dilakukan menurut struktur dan dibarengi dengan peran yang dimiliki serta sifat
spontanitasnya. Dengan demikian segala tindakan yang diambil merupakan tindakan
yang disadari dan memiliki tujuan.
Para elit yang dimaksud di sini merupakan orang – orang
dengan posisi, status dan dalam kelas tertentu seperti misalnya pemilik tanah.
Pemilik tanah dapat mengontrol massa dan dalam saat yang bersamaan mendapat
keuntungan dari akses istimewa pada sumberdaya yang terbatas
No comments:
Post a Comment