ASUMSI
DASAR
Etnosains:
Kebudayaan adalah berupa pengetahuan dari proses belajar secara
kolektif dan menggunakan model Kebudayaan adalah cara – cara berperilaku dan
ada dalam pikiran yang terwujud dalam bahasa (Sumber: Catatan pribadi)
Strukturalisme:
Kebudayaan adalah seperti bahasa sebagai sebuah sistem
yang ada dalam pikiran. Kenyataan sebenarnya bukan kenyataan empiris. Kenyataan
empiris masih bisa dijelaskan oleh yang tidak empiris pada yang unconscious dan model yang digunakan
adalah kebudayaan sebagai perangkat simbol dan tanda (sumber: catatan pribadi) atau
kalau mau diterangkan secara lebih lengkap dapat dilihat pada buku Ahimsa-Putra
yang berjudul Strukturalisme Levi-Strauss; Mitos dan Karya Sastra yang saya
tampilkan sebagai berikut:
Asumsi Dasar Strukturalisme
Levi-Strauss
1. Segala
aktivitas sosial dan hasilnya dapat dikatakan sebagai bahasa-bahasa
2. “Dalam diri manusia terdapat
kemampuan dasar yang diwariskan secara genetis sehingga kemampuan ini ada pada
semua manusia yang “normal”, yaitu kemampuan structuring untuk menstruktur,
menyusun suatu struktur, atau ‘menempelkan’ suatu struktur tertentu pada
gejala-gejala yang dihadapi” (halaman 67 paragraf 3).
Lebih lanjut diuraikan “Struktur yang ada
pada sebuah mitos, suatu sistem kekerabatan, sebuah kostum, sebuah rituil,
tatacara memasak dan sebagainya merupakan struktur-struktur permukaan” (halaman
67 paragraf 4).
3. “Relasi-relasi suatu
fenomena budaya dengan fenomena-fenomena yang lain pada titik waktu tertentu
inilah yang menentukan makna fenomena tersebut”
4. “Relasi-relasi yang ada pada
struktur dalam dapat diperas atau disederhanakan lagi menjadi oposisi
berpasangan (binary opposition)” (halaman 69 paragraf
3)
Tafsir
Kebudayaan:
Kebudayaan sebagai teks yang terwujud dalam perilaku dan Artefak
dan menggunakan model bahasa yang merupakan perangkat simbol dan muncul dengan
pemikiran kebudayaan sebagai teks Sehingga, menurut saya, kebudayaan itu
sendiri letaknya ada dalam pikiran.
Sehingga bisa dilihat dari asumsi dasarnya bahwa ketiga
Epistemologi tersebut memiliki asumsi dasar bahwa kebudayaan ada dalam pikiran
masing – masing pendukung kebudayaan namun ketiga Epistemologi tersebut
memiliki model yang berbeda – beda.
Contoh Etnografi masing – masing paradigma
Etnosains:
Kebudayaan adalah berupa pengetahuan dari proses
belajar secara kolektif dan menggunakan model Kebudayaan adalah cara – cara
berperilaku dan ada dalam pikiran yang terwujud dalam bahasa (sumber: catatan
pribadi)
Bentuk Etnografi:
Terkait dengan asumsi dasar dimana kebudayaan ada dalam
pikiran metode yang paling mungkin digunakan adalah metode wawancara yang dari
sana akan muncul kategorisasi – kategorisasi lewat bahasa lokal atau istilah –
istilah lokal. Dan data etnografi dengan landasan epistemologi dipenuhi dengan
percakapan – percakapan baik yang merupakan hasil dari percakapan antar
individu maupun dari hasil wawancara karena bertujuan untuk mendeskripsikan
kategori – kategori lokal dan aturan – aturan berdasarkan kategori – kategori
tersebut. Contoh saya ambilkan dari tulisan Ahimsa-Putra dalam tulisannya
Etnosains dan Etnometodologi: Sebuah Perbandingan halaman 117. Saya akan
menampilkan percakapan secara tidak penuh, hanya pada bagian dimana disebutkan
kategorisasi – kategorisasi local yang dicetak miring.
T: Ya, tapi saya bilang, kertasnya belum kering dan kartonnya
belum cukup. Minggu ini mungkin dia setor. Kalau soal harga masih tetap saja. Memang orang – orang seperti kita ini
yang repot. Juragan tinggal
ongkang – ongkang saja, terima sana,
terima sini.
………………………………………………………………………………………………………
P: Nggak
seperti kita ya? Habis gresek masih kerja lagi macam – macam
T: Yang digresek juga lain sih. Kalau plastik – plastik dan
kertas itu tidak dibersihkan dan diatur, kita kan yang repot. Mana ada bakul yang mau terima barang kita. Juga
kalau mau ditimbang begitu saja kan nggak bisa
………………………………………………………………………………………………………
Z: Wah
pak Mukh lagi untung hari ini. Dia klithi
di sungai dapat emas sebesar batang korek.
...
P: Apa dia
nggak narik hari ini?
Z: Nggak,
katanya dia lagi malas ketemu juragannya
karena sudah dua minggu ini dia ngeblong terus.
Mungkin saja dia bisa setor hari ini dari hasilnya menjual emas dan bisa narik
lagi
dan seterusnya
Bentuk kategori yang dibuat oleh Ahimsa-Putra adalah
pada halaman 119:
Barang
(yang digresek)
|
|||||||||||||
Barang
rongsokkan
|
Kertas
|
Plastik
|
|||||||||||
kaleng
|
potongan besi
|
seng/blek
|
sepatu (dll)
|
kertas koran
|
kertas semen
|
kertas lain - lain
|
kantong plastik
|
tali plastik
|
plastik lembaran
|
karton
|
kayu/papan
|
beling
|
tegesan
|
Dijelaskan
oleh Ahimsa bahwa pengkategorian ini berbeda oleh si pendukun kebudayaan karena
berdasarkan pada keriteria penghasilan yang diperoleh.
Strukturalisme:
Kebudayaan
adalah seperti bahasa sebagai sebuah sistem yang ada dalam pikiran. Kenyataan
sebenarnya bukan kenyataan empiris. Kenyataan empiris masih bisa dijelaskan
oleh yang tidak empiris pada yang unconscious
dan model yang digunakan adalah kebudayaan sebagai perangkat simbol dan tanda
(sumber: catatan pribadi)
Lebih
dulu saya ingin mengetengahkan apa yang disampaikan Ahimsa-Putra mengenai
apakah paradigma atau epistemologi Strukturalisme bisa digunakan untuk memahami
semua jenis gejala sosial budaya. Ahimsa
mengatakan bisa dengan catatan data
mengenai gejala sosial-budaya itu sendiri sudah tersedia cukup lengkap (halaman
444, Strukturalisme Levi-Strauss Mitos dan Karya Sastra). Sebagaimana
penelitian dimulai dengan pertanyaan, pertanyaan yang bisa dimunculkan dari
epistemologi dan/atau paradigma ini adalah misalnya “Seperti apa struktur sosial masyarakat penggresek” yang tentunya data etnografi yang
dibutuhkan adalah berupa wawancara – wawancara dengan masyarakat yang
mendapatkan penghasilan dari menggresek. Dan sekali lagi
contohnya bisa diambil dari contoh di atas:
T: Ya, tapi saya bilang, kertasnya belum kering dan kartonnya
belum cukup. Minggu ini mungkin dia setor. Kalau soal harga masih tetap saja. Memang orang – orang seperti kita ini
yang repot. Juragan tinggal
ongkang – ongkang saja, terima sana,
terima sini.
………………………………………………………………………………………………………
P: Nggak
seperti kita ya? Habis gresek masih kerja lagi macam – macam
T: Yang digresek juga lain sih. Kalau plastik – plastik dan
kertas itu tidak dibersihkan dan diatur, kita kan yang repot. Mana ada bakul yang mau terima barang kita. Juga kalau mau ditimbang begitu saja kan nggak bisa
………………………………………………………………………………………………………
Z: Wah
pak Mukh lagi untung hari ini. Dia klithi
di sungai dapat emas sebesar batang korek.
...
P: Apa dia
nggak narik hari ini?
Z: Nggak,
katanya dia lagi malas ketemu juragannya
karena sudah dua minggu ini dia ngeblong terus.
Mungkin saja dia bisa setor hari ini dari hasilnya menjual emas dan bisa narik
lagi
dan seterusnya
Tafsir
Kebudayaan:
Kebudayaan sebagai teks yang terwujud dalam perilaku dan Artefak
dan menggunakan model bahasa yang merupakan perangkat simbol dan muncul dengan
pemikiran kebudayaan sebagai teks Sehingga, menurut saya, kebudayaan itu
sendiri letaknya ada dalam pikiran.Darundiyo Pandupitoyo dalam tulisannya yang
berjudul Etnografi dalam Pendekatan Interpretatif (sebuah resume dari buku
Tafsir Kebudayaan karya Clifford Geertz) http://www.scribd.com/doc/24698909/Etnografi-Dalam-Pendekatan-Interpretatif-Sebuah-Resume-Dari-Buku-Tafsir-Kebudayaan-Karya-Clifford-Geertz menyatakan bahwa:
“Jadi
menurut Geertz terdapat tiga ciri paparan etnografis, pertama paparan yang
bersifat interpretative; kedua paparan ini mencoba menyelamatkan dan
menafsirkan segala perbincangan sosial dalam riset antropologis, ketiga apa
yang interpretative adalah aliran perbincangan sosial. Namun, Geertz
menambahkan satu lagi ciri yaitu paparan yang bersifat mikroskopis”.
Berdasarkan hal tersebut dengan mantap saya
menggunakan lagi contoh dari etnografi yang menggunakan epistemologi Etnosains
seperti tersebut di atas:
T: Ya, tapi saya bilang, kertasnya belum kering dan kartonnya
belum cukup. Minggu ini mungkin dia setor.
Kalau soal harga masih tetap saja. Memang orang – orang seperti kita ini yang
repot. Juragan tinggal
ongkang – ongkang saja, terima sana,
terima sini.
………………………………………………………………………………………………………
P: Nggak
seperti kita ya? Habis gresek masih kerja lagi macam – macam
T: Yang digresek juga lain sih. Kalau plastik – plastik dan
kertas itu tidak dibersihkan dan diatur, kita kan yang repot. Mana ada bakul
yang mau terima barang kita. Juga kalau mau ditimbang begitu saja kan nggak
bisa
………………………………………………………………………………………………………
Z: Wah
pak Mukh lagi untung hari ini. Dia klithi
di sungai dapat emas sebesar batang korek.
...
P: Apa
dia nggak narik hari ini?
Z: Nggak,
katanya dia lagi malas ketemu juragannya
karena sudah dua minggu ini dia ngeblong terus.
Mungkin saja dia bisa setor hari ini dari hasilnya menjual emas dan bisa narik
lagi
dan seterusnya
No comments:
Post a Comment