URAIAN PERISTIWA BESERTA DESKRIPSINYA
Orde Baru Rente terbentuk pada tahun
1970-an dimana negara menduduki posisi investor terbesar yang disusul pengusaha
Cina pada urutan kedua dan pengusaha pribumi pada urutan ketiga. Perusahaan –
perusahaan Negara banyak yang mengalami kerugian namun kondisi ekonomi
pengusahanya sendiri mengalami peningkatan. Pengusaha Cina yang menduduki
urutan kedua sebagai investor mengalami peningkatan usaha akibat koneksinya
dengan pejabat tinggi Negara dan pengusaha pribumi yang memiliki hubungan
kekeluargaan dengan Negara juga mengalami perkembangan usaha. Namun rakyat
Indonesia sendiri tidak terbebas dari kemiskinan karena pertumbuhan ekonomi
tersebut hanya dinikmati oleh beberapa orang saja. 60% penduduk Indonesia atau
sekitar pada tahun tersebut mengalami kemiskinan pada tahun 1970 dan jumlah itu
menurun hingga sekitar 54 juta penduduk atau sekitar 40% dari jumlah penduduk
Indonesia mengalami kemiskinan pada tahun 1976. Meskipun pada akhir 1970-an,
pembangunan di Indonesia mengalami kendala akibat “non market failure”. Dampak
yang ditimbulkan berkaitan dengan hal ini adalah naiknya jumlah penduduk yang
berada pada garis kemiskinan dan kesenjangan dalam hal pendapatan karena
kegagalan tersebut. (Sumber: http://pmiigadjahmada.wordpress.com/2010/05/16/analisis-kondisi-ekonomi-politik-indonesia-tahun-1945-%E2%80%93-2007/).
Sementara itu pada waktu yang bersamaan seorang
nelayan sedang berbincang – bincang dengan seorang pemuda nelayan bernama
Takmad yang berasal dari Malang Semirang, Indramayu dan memiliki kemampuan bela
diri. Nelayan ini meminta Takmad untuk mengajarkan bela diri kepada masyarakat
Losarang Indramayu. Sebuah perguruan bela diri pun dibentuk di Losarang
Indramayu pada tahun 1970. Perguruan bela diri yang mengajarkan ilmu kanuragan
ini pada tahun 1974 diberi nama Silat Serbaguna. Kata serbaguna sendiri oleh dapat
diartikan bahwa ilmu yang dipelajari dapat digunakan untuk mendapatkan pengasihan,
rezeki, digeruni, pelaris, dan untuk mengobati penyakit jasmani dan rohani
(Sumber: http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2860072).
Perguruan silat ini berjalan terus
hingga pada tahun 1992 Takmad mengumpulkan maling – maling untuk melakukan
pencurian dalam segala bentuknya yang kemudian hasilnya diberikan kepada
masyarakat yang memerlukan seperti masyarakat yang miskin atau yang kurang
makan. Perkumpulan maling – maling ini kemudian disebut dengan Maling Guna.
Sementara itu pada tahun yang sama Soeharto mengumumkan ada 27 juta rakyat
miskin di Indonesia. Pada tahun ini juga Negara mengangkat isu kemiskinan untuk
menjadi perhatian publik.
Maling
Guna ini tetap melakukan kegiatannya hingga pada tahun 1997 kelompok ini
mengganti namanya dengan nama Suku Dayak yang bisa diartikan dengan mengayak
diri sendiri. Ajaran yang disampaikan pada saat itu adalah bahwa sebelum kita
mengajarkan orang lain, kita mengajar diri sendiri atau melihat kesalahan
sendiri. Nama Suku Dayak itu sendiri kemudian pada tahun yang sama berubah
menjadi nama Suku Dayak Siswa yang memiliki mazhab belajar, yaitu belajar untuk
mengendalikan diri untuk menjadi yang lebih baik. Pemaknaan menjadi lebih baik
ini dengan mereka membuka baju dan hanya menggunakan celana pendek saja dalam
kehidupan sehari – hari. Mazhab untuk menjadi lebih baik ini mereka sebut
dengan mazhab ngaji rasa. Pada tahun yang sama kerusuhan Banjarmasin meledak. “Pada tanggal 23 Mei 1997, Banjarmasin
dilanda kerusuhan massal pada hari terakhir putaran kampanye yang dilakukan
Golkar menjelang pemilu 1997. Dilihat dari skala kerusuhan dan jumlah korban
serta kerugiannya, peristiwa yang kemudian disebut sebagai “Jumat Membara” ini
sebagai termasuk salah satu yang terbesar dalam sejarah Orde Baru. Namun,
akibat ketertutupan pemerintah, tidak ada laporan yang akurasinya bisa
dipercaya penuh mengenai apa yang sesungguhnya terjadi dilapangan pada waktu
itu. Dibandingkan dengan skalanya, berita-berita pers
sangat terbatas dan tidak sebanding.” (Sumber: http://persma.com/baca/2009/11/01/refleksi-kerusuhan-banjarmasin-1997-bag-1.html).
Nama
Suku Dayak Siswa untuk kelompok ini berubah lagi pada tahun 1998 sebelum
terjadi kerusuhan Mei 1998. Nama kelompok ini berubah menjadi Suku Dayak
Mahasiswa yang memiliki mazhab untuk menjadi pembela masyarakat. Kerusuhan Mei
1998 itu sendiri terjadi pada tanggal 13 – 15 Mei 1998. “Kerusuhan Mei 1998
adalah kerusuhan yang terjadi di Indonesia pada 13 Mei - 15 Mei 1998, khususnya di ibu kota Jakarta namun juga terjadi di
beberapa daerah lain. Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh tragedi Trisakti
di mana empat mahasiswa Universitas
Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei
1998.”
Umar Juoro menyatakan
penyebab utama kerusuhan Mei 1998 kepada Radio Nederland Wereldomroep. Berikut
ini kutipan dari wawancara tersebut:
Radio Nederland Wereldomroep
[RNW]: Pak Umar, agak
balik dulu nih. Apa penyebab kerusuhan ketika itu?
Umar Juoro: Sebetulnya, situasinya sangat kacau.
Tapi jelas sekali bahwa pada waktu itu kan demonstrasi mahasiswa menentang
kepemimpinan almarhum Presiden Soeharto. Lalu, kemudian juga, banyak pihak lain
yang terlibat, sehingga terjadi kerusuhan yang di luar kendali oleh aparat
keamanan sekali pun. Dan itu menjadi pemicu utama jatuhnya Soeharto pada waktu
itu, digantikan oleh Pak Habibie.
Pasca turunnya Soeharto, mulai pada
tahun 2000 muncul beberapa peristiwa kekerasan di Indonesia. Beberapa di
antaranya adalah konflik agama yang pertama kali muncul di Poso, Sulawesi
Tengah pada tahun 2000, kekerasan antara etnis Madura dan Dayak di Kalimantan
dan juga terjadinya pemboman gereja pada hari Natal pada tahun 2000. Mulai pada
tahun 2000, nama Suku Dayak Mahasiswa berubah menjadi Suku Dayak Hindu Budha
Bumi Segandu Indramayu dengan pengertian masing – masing kata sebagai berikut:
- Suku: kaki (masing – masing
tujuan dan kepercayaan)
- Dayak: ramai
(banyaknya tujuan dan kepercayaan manusia) atau juga bisa diartikan secara
bahasa
yaitu di ayak / nyaring antara salah dan benar
- Hindu: di dalam kandungan /
rahim
- Budha: wudha, telanjang (manusia
terlahir dalam keadaan telanjang)
- Bumi: sebagai wujud
- Segandu: sekujur badan
-
Indramayu: In (inti yang
paling dalam)
Darma (orang
tua)
Ayu: wanita
(Sumber:
Lembaran Sejarah Alam Ngaji Rasa – ditulis oleh Komunitas Suku Dayak Hindu
Budha Bumi Segandu Indramayu di Losarang).
Dan pada
tahun 2001, Megawati menjadi Presiden pertama wanita di Indonesia.
ANALISA
Sebagaimana
pernah diungkakan oleh P. M. Laksono dalam salah satu perkuliahannya bahwa kita harus memilih
peristiwa – peristiwa, informasi – informasi untuk mengatakan sesuatu dari
sesuatu, dalam paper ini saya
berusaha untuk melihat peristiwa pemberian nama pada kelompok di Losarang
dengan melihat konteks keadaan politik dan Ekonomi di Indonesia seperti yang
saya tuliskan pada uraian peristiwa. Sehingga bisa dikatakan bahwa penamaan kelompok
Losarang yang berganti – ganti tersebut memiliki relasi dengan keadaan politik
dan juga ekonomi di Indonesia pada tahun – tahun tersebut. Sehingga apa bila
dituangkan dalam bentuk tabel akan nampak sebagai berikut.
TAHUN
|
KEADAAN POLITIK DAN
EKONOMI DI INDONESIA
|
NAMA KELOMPOK
|
1970an
|
-
Orde
Baru Rente lahir
-
60%
penduduk Indonesia mengalami kemiskinan (1970)
-
40%
penduduk Indonesia mengalami kemiskinan (1974)
|
Silat
Serbaguna dimana ilmu yang dipelajari dapat digunakan untuk mendapatkan
pengasihan, rezeki, digeruni, pelaris, dan untuk mengobati penyakit jasmani
dan rohani (1974)
|
1992
|
27 juta
rakyat miskin di Indonesia. Pada tahun ini juga Negara mengangkat isu
kemiskinan untuk menjadi perhatian publik.
|
Maling Guna
|
1997
|
Kerusuhan
Banjarmasin (“Jumat Membara”)
|
Suku Dayak
Suku Dayak
Siswa
|
1998
|
Kerusuhan Mei
1998
|
Suku Dayak
Mahasiswa
|
2000-2001
|
Konflik Agama
di Poso
Kerusuhan
Etnis Dayak dan Madura
Naiknya
Megawati menjadi Presiden
|
Suku Dayak
Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu
|
Sehingga sekali lagi dapat dikatakan bahwa terlihat adanya pola pemberian
nama yang berganti – ganti pada kelompok tersebut berdasarkan pada keadaan politik
dan ekonomi di Indonesia atau dalam kata lain konteks pemberian nama tersebut
adalah keadaan politik dan ekonomi di Indonesia. Pertanyaan selanjutnya adalah
pemberian nama oleh kelompok tersebut untuk membangun apa?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut,
saya akan mencoba mengingat kembali praktek syamanisme pada tulisan
Levi-Strauss dimana pada diskusi perkuliahan Teori Simbol diungkapkan bahwa ada
proses induksi dalam praktik syamanisme tersebut. Proses induksi yang
dimaksudkan di sini adalah ungkapan – ungkapan si dukun menyatakan kesakitan
ibu yang tidak terungkapkan tersebut menjadi terungkapkan dan sehingga si ibu
memaknai kesakitan tersebut sebagai sesuatu yang normal.
Berdasarkan pada hal tersebut di
atas, saya menginterpretasikan pemberian nama yang berganti – ganti oleh
kelompok tersebut adalah merupakan suatu usaha oleh kelompok tersebut dalam
memaknai kejadian politik dan keadaan ekonomi yang sedang berlangsung di
Indonesia pada tahun – tahun nama tersebut berganti. Penamaan tersebut adalah
upaya kelompok tersebut untuk memahami keadaan, yang menurut saya, dipandang
carut marut oleh kelompok tersebut. Atau dengan kata lain kalau saya boleh
mengutip kata – kata Laksono adalah “upaya
menghayati atau memerankan kembali seluruh ingatan dan pengalaman yang
dilupakan dengan ekspresi dan emosi yang sesuai”. Proses ini adalah apa
yang disebut proses abreaksi yang mengangkat seluruh isi yang melalui mekanisme
psikis represi (penekanan) dijadikan tak sadar ke tingkat kesadaran. Mengapa saya
memilih untuk melihat peristiwa penamaan ini sebagai proses abreaksi
penjelasannya adalah sebagai berikut:
Ada upaya
dari pemerintah untuk menutupi segala agenda politik dengan adanya
peristiwa - peristiwa tersebut. Bahkan
dalam kerusuhan Banjarmasin dinyatakan adanya keterbatasan informasi dan
Kerusuhan Mei sendiri dianggap belum selesai oleh banyak pihak. Kecarut marutan
ini dalam bentuk keadaan ekonomi dan juga keadaan politik yang saya sebutkan di
atas merupakan kesalahan pemerintah yang tidak pernah diselesaikan secara
tuntas dan bahkan ada usaha untuk membuat masyarakat lupa atas kejadian
tersebut.
Pemberian nama yang berganti – ganti
ini saya pikir merupakan usaha dari kelompok ini untuk membangun wacana bahwa
sesungguhnya mereka memahami apa yang sedang terjadi di negara ini. Pemberian
nama ini menurut saya adalah bentuk resistensi kelompok Losarang ini terhadap
keadaan politik dan ekonomi di Indonesia.
Apabila kelompok ini mengatakan, “oleh
karena itu pengertian suku dayak hindu budha bumi segandu Indramayu bukanlah
sebagai etnis melainkan sebagai istilah bahasa yang lahir berdasarkan ucapan
dan kenyataan” maka bisa dikatakan bahwa peristiwa – peristiwa politik dan
keadaan ekonomi (kenyataan) memiliki relasi dengan pemberian nama (ucapan) yang
berganti – ganti oleh kelompok di Losarang tersebut atau dengan kata lain KEADAAN
POLITIK DAN KEADAAN EKONOMI DI INDONESIA MEMPENGARUHI PENGGANTIAN NAMA KELOMPOK
DI LOSARANG. Subyek dalam hal ini
adalah keadaan politik dan ekonomi di Indonesia dan obyeknya adalah penggantian
nama kelompok di Losarang. Keadaan politik dan ekonomi di Indonesia menjadi signifier sedangkan penggantian nama
menjadi signified. Namun signified ini sendiri, atau obyek
tersebut dapat menjadi subyek berdasarkan apa yang dibangun oleh penggantian
nama tersebut. PENGGANTIAN NAMA KELOMPOK DI LOSARANG ADALAH BENTUK RESISTENSI
KELOMPOK INI TERHADAP KEADAAN POLITIK DAN KEADAAN EKONOMI DI INDONESIA.
KESIMPULAN
Berdasarkan apa yang saya kemukakan di atas saya beranggapan bahwa
penggantian nama sebuah kelompok masyarakat di Losarang merupakan reaksi atas
keadaan politik dan ekonomi di Indonesia.
No comments:
Post a Comment