PENGANTAR
Saya tidak menterjemahkan kata religious dengan kata keagamaan, dimana mengandung kata agama,
untuk menghindari pemahaman akan agama sebagaimana yang dirumuskan oleh
Departemen Agama Republik Indonesia pada tahun 1961.
“Depag, tahun 1961, secara resmi merumuskan apa yang
disebut “agama” dengan lima unsurnya, yakni Tuhan, Nabi, Kitab Suci, Umat, dan
pengakuan internasional. Maka, dengan langkah itu, kelompok-kelompok yang
meyakini kepercayaan lokal digolongkan sebagai "belum beragama" (Sumber:
LAPORAN ALTERNATIF PELAKSANAAN KONVENSI PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI
RASIAL (ICERD) DI INDONESIA, 2007 - “Menguak Tabir Diskriminasi Rasial
dan Impunity di Indonesia” halaman 32)
Saya
menggunakan kata religi berdasarkan pada istilah yang digunakan dan dijelaskan
oleh Koentjaraningrat sebagai berikut:
Konsep
yang saya anut adalah bahwa tiap religi merupakan suatu sistem yang terdiri
dari empat komponen yaitu:
1.
Emosi
keagamaan yang menyebabkan manusia menjadi religius
2.
Sistem
kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayangan – bayangan manusia tentang
sifat – sifat Tuhan, serta tentang wujud dari alam ghaib (supernatural)
3.
Sistem upacara religius yang bertujuan mencari hubungan
manusia dengan Tuhan, dewa – dewa atau makhluk – makhluk halus mendiami alam
ghaib
4.
Kelompok – kelompok religius atau kesatuan – kesatuan
sosial yang menganut sistem kepercayaan tersebut dalam sub. 2, dan yang
melakukan sistem upacara – upacara religius tersebut dalam sub 3
(Koentjaraningrat, Jakarta: 137)
(Sumber: Hukum dan Aliran Kepercayaan Menyimpang di
Indonesia, IGM Nurdjana, September 2009, Pustaka Pelajar, halaman 19)
RINGKASAN DAN KOMENTAR ATAS ARTIKEL
Artikel ini ditulis oleh tiga
penulis berdasarkan pada penelitian antropologis, sejarah dan sosiologis yang
mengambil waktu beberapa tahun. Ketiga penulis tertarik dengan peran penting
religi dan magis di masyarakat tersebut. Mereka berpandangan bahwa gerakan –
gerakan tersebut merupakan dimensi integral dari kebudayaan pada umumnya di
sebagian besar daerah Zaire dan daerah – daerah yang berada berdekatan
dengannya di Afrika Tengah. Mereka juga berpandangan bahwa evolusi kebudayaan
dalam bentuk simbol – simbol, ritus – ritus, kepercayaan – kepercayaan dan
nilai – nilai tersebut memperkaya kebudayaan darimana kebudayaan tersebut
berasal.
Sebelum mengetengahkan studi
teoritisnya, ketiga penulis mengetengahkan pandangan dua kelompok penulis akan
gerakan – gerakan tersebut dan komentar kritis penulis terhadap pandangan. Kelompok
pertama dinilai oleh penulis menggunakan kerangka struktural sosial
deterministik yang lebih sempit dimana mereka melekatkan pentingnya religi pada
faktor – faktor ekonomi dan politik tanpa memperhatikan pada kinerja budaya itu
sendiri atau paling tidak melihat proses dari produk kebudayaan itu sendiri.
Kelompok penulis yang kedua dinilai berkutat secara khusus pada komponen –
komponen kebudayaannya namun tidak melihat simbol – simbol yang mereka teliti
sebagai sesuatu yang dapat berubah dan menklasifikasikan, atau kalau saya
pahami sebagai melabeli, gerakan – gerakan tersebut pada kriteria yang tidak
tepat. Kelompok penulis yang ke dua ini dinilai telah mengesampingkan
karakteristik – karakteristik utama yang terlibat di dalamnya.
Berdasarkan
pada kritik mereka pada kedua kelompok penulis sebelumnya, saya berpikiran
bahwa ketiga penulis merasa dengan penelitian yang dilaksanakan di daerah –
daerah kota serta pedalaman negara tersebut, ketiga penulis merasa yakin bahwa
proses kebudayaan serta karakteristik – karakteristik utama dari gerakan –
gerakan religi di Afrika Tengah akan terpresentasikan.
Fokus
dari penulisan artikel ini adalah pada proses serta karakteristik –
karakteristik gerakan. Berdasarkan pada uraian tersebut pada halaman 458 - 459,
untuk memahami artikel ini dengan mudah saya perlu meletakkan kerangka berpikir
saya dengan paradigma yang digunakan oleh penulis tersebut untuk kemudian
memberikan komentar saya akan artikel tersebut. Tujuan penulis untuk melihat pada proses serta
karakteristik – karakteristik umum, menurut saya, menggunakan epistemologi
Positivisme dengan paradigmanya Evolusionisme. Asumsi dasar, nilai dan model
sebuah epistemologi dinyatakan oleh Ahimsa-Putra tidak secara eksplisit
terjelaskan atau bentuknya implisit. Positivisme memiliki asumsi bahwa gejala
sosial budaya seperti gejala alam (mengacu pada ilmu alam karena ilmu alam
muncul lebih dulu) yang modelnya bisa mewujud dalam organisme yang berubah
(paradigma Evolusionisme) atau yang unsur – unsurnya berkaitan secara
fungsional (paradigma Fungsionalisme). Positivisme juga beranggapan bahwa
sebuah ilmu pengetahuan tujuannya adalah merumuskan hukum.
Paradigma
Evolusionisme merupakan paradigma yang berlandaskan pada positivisme yang
diuraikan oleh Comte, seorang positivistik Perancis, dimana paradigma ini memiliki
landasan filsafat dimana gejala sosial budaya seperti gejala alam dan kebudayan
tersebut mengalami suatu proses perubahan yang relatif lambat menuju sistem
yang relatif lebih kompleks dan paradigma ini bertujuan merumuskan hukum –
hukum dimana pada akhirnya akan tercapai hukum - hukum atas perkembangan
historis yang penemuannya menjelaskan apa yang terjadi sebelumnya, memahami apa
yang terjadi sekarang dan memprediksikan apa yang akan terjadi di masa yang
akan datang.
- Religi
dan Magis
Studi
teoritis ini dimulai dengan definisi akan religi dan magis menurut penulis.
Religi didefinisikan sebagai sistem simbol, keyakinan, mitos – mitos dan ritus
– ritus yang dialami dan dihayati sebagai sesuatu yang penting terutama karena
religi tersebut memberikan orientasi demi eksistensi masyarakat. Ketiga penulis
menambahkan bahwa religi menyediakan definisi akan diri secara individual dan
kolektif serta membentuk kosmologi dan pola – pola pemikiran dan merupakan
sumber utama solidaritas sosial. Pemaknaan akan religi disinggung di artikel
ini dianggap sebagai transkultural dimana pemaknaan lebih berdasarkan pada apa
yang dialami oleh masing – masing anggota. Diungkapkan juga bahwa masalah lain
dalam pemaknaan lebih karena dibatasi oleh budaya si pemberi makna itu sendiri.
Magis, penurut pandangan para
penulis artikel ini, memiliki komponen yang sama dengan religi. Perbedaan
mendasar antara religi dan magis adalah pada pemenuhan tujuan – tujuan individu
atau kolektif. Pada religi tujuan pemenuhan kolektif lah yang dipenuhi
sedangkan pada magis, tujuan individu lah yang dipenuhi meskipun pada
prakteknya praktek religi dan magis bisa saja bercampur. Contoh yang diberikan
pada artikel ini adalah jimat (460). Jimat untuk keselamatan dalam berperang
sekelompok tentara merupakan jimat untuk praktek religi, sedangkan jimat yang
digunakan agar seorang wanita dapat memiliki keturunan untuk bersaing dengan
istri – istri yang lain dari suaminya merupakan praktek magis.
- Atribut
– atribut Gerakan Religi Afrika Tengah
Bagian ini dibuka dengan teori bahwa
gerakan religi Afrika Tengah ada ketika secara kolektif bentuk – bentuk religi
baru diterima dan diteruskan ke individu dan kelompok – kelompok lain. Bentuk –
bentuk religi baru ini biasanya terdiri dari ritual – ritual, simbol – simbol,
keyakinan – keyakinan dan/atau mitos – mitos yang telah dicampuraduk atau
dikombinasi ulang, dan hanya beberapa saja yang ditambahi dengan materi baru ke
dalamnya. Saya ingin menggarisbaawahi kata kolektif dalam teori gerakan religi
Afrika Tengah dalam artikel ini yang mengingatkan saya pada penjelasan
Suhartono pada saat perkuliahan dimana gerakan – gerakan tidak ada yang mono aspect dan biasanya multi aspect agar lebih mencakup banyak
orang. Dugaan awal saya dengan adanya pencampuradukkkan dan pengkombinasian
serta penambahan materi baru dalam religi adalah upaya untuk lebih multiaspect agar penerusan ke individu
dan kelompok – kelompok lain dapat lebih diterima.
Pada kesempatan perkuliahan yang sama,
Suhartono juga menjelaskan faktor – faktor munculnya gerakan sosial adalah
salah satunya leadership, dalam
bagian ini dituliskan bahwa suatu gerakan muncul dari seorang leader, seorang figure karismatik dimana
visi – visinya didapat dari mimpi -
mimpi atau pada saat dia mengalami ‘kerasukan’. Dan dugaan saya akan tujuan
pencampuradukkan dan pengkombinasian serta penambahan materi baru muncul pada
bagian akhir paragraph pertama bagian ke dua ini dimana disebutkan bila materi
– materi religi yang dikenalkan agar dapat diakui dan diterima oleh yang lain,
maka materi – materi religi tersebut harus sedekat mungkin dengan komponen –
komponen klasik religi Afrika Tengah.
Dalam bagian ini dikemukakan sebuah
teori atas tujuan utama dari seluruh gerakan – gerakan religi tersebut, yaitu
untuk mencegah bala dan mendapatkan keberuntungan yang sebesar – besarnya. Hal
utama yang di’jual’ agar religi ini diterima pada saat ditularkan ke individu –
individu atau kelompok – kelompok lain adalah kekuatan dan kekebalan dari
segala bala dengan kata lain adalah keselamatan. Dalam bagian ini juga
disebutkan akan keberadaan wujud Adimanusiawi atau Pencipta seluruh alam raya
dan juga roh – roh yang mendiami tempat antara kehidupan dunia dan akhirat.
Selain religi dan magis, di bagian ini
juga disebutkan adanya praktik sihir yang memiliki nilai negative dibandingkan
religi dan magis. Praktik sihir di sini disebutkan dilakukan karena rasa
sombong, cemburu, pikiran jahat, dan lain – lain. Selain kosmologi
akan adanya mahluk supranatural, di sini juga disebutkan adanya baik dan jahat atau
good dan evil. Evil ini diyakini tidak hanya karena ulah dari orang lain,
namun juga bisa karena akibat perbuatan orang itu sendiri yang telah melakukan taboo atau juga karena orang itu berubah
dari yang dulunya baik menjadi jahat. Sehingga konsep manusia di sini adalah
bahwa seseorang dapat saja berbuat baik namun dia juga dapat berbuat jahat.
Meskipun
oleh beberapa pihak gerakan religi ini dianggap tradisional atau primitive,
namun gerakan ini juga memiliki struktur. Struktur yang dimaksud di sini berkaitan
erat dengan posisi leader dengan
karismanya dan pergerakan berdasarkan visi – visinya. Struktur ini kemudian di
berbagai tempat dimodifikasi dan mengalami transformasi. Transformasi,
modifikasi serta pembaharuan struktur ini dilakukan melihat dari fakta bahwa
gerakan ini bertahan paling tidak selama 25 tahun atau lebih meskipun janji –
janji dan harapan – harapan yang ditawarkan belum terpenuhi sehingga menurut
saya, dan berdasarkan pada uraian Suhartono, gerakan religi Afrika Tengah ini
merupakan gerakan Millenarisme.
Setelah
menjelaskan panjang lebar di bagian akhir, ketiga penulis menggarisbawahi bahwa
kolektif dan berkelanjutan merupakan karakteristik utama dari suatu gerakan.
- Kebudayaan Afrika Tengah pada Umumnya.
Menilik pada sejarahnya, ditegaskan
dalam bagian terakhir bagian ini bahwa kebudayaan di Afrika Tengah pada masa
pra kolonial adalah klasik dimana faktor utamanya adalah pertukaran perempuan,
dan terjadi migrasi, dalam hal penerusan kebudayaan. Penerusan atau gerakan
‘penularan’ religi tersebut juga terjadi pada bidang perdagangan dengan
diterimanya jimat – jimat dalam tiga atau empat jaringan perdaganngan dimana
jimat – jimat ini diterima oleh pihak penjual dan pembeli. Pada masa peperangan
narapidana dan budak – budak memberikan elemen – elemen baru pada musuhnya
karena meminjam jimat musuh merupakan kebiasaan umum. Hal tersebut juga berlaku
dalam sistem pertanian dan penyakit – penyakit yang ditemui dimana jimat –
jimat dipertukarkan antar komunitas.
Pada masa kolonial juga terjadi
dalam bidang transportasi yang lebih maju, migrasi besar – besaran, mass media
dan sekolah – sekolah. Elemen - elemen ggama – agama baru seperti Nasrani dan
Islam dipilih secara selektif untuk diintegrasikan dalam budaya mereka.
Berdasarkan fakta – fakta tersebut
di bagian akhir ditegaskan bahwa kebudayaan Afrika tengah yang berevolusi dan
menyebar adalah gerakan – gerakan religi.
- Paradigma
Gerakan – Gerakan Religi Afrika Tengah
Pada bagian ke dua telah disinggung leader. Pada bagian ke empat ini visi
dari leader yang merupakan awal dari
sebuah gerakan diungkapkan di awal. Visi dari pemimpin yang dia peroleh selama
beberapa tahun ini kemudian dia teruskan ke masyarakat dan meyakinkan
masyarakat bahwa visi tersebut benar adanya. Leader tidak serta merta mendapatkan kepercayaan masyarakat namun
dia mulai dengan menarik hati masyarakat dengan menyuguhkan tarian dan lagu –
lagu pemujaan baru. Setelah memiliki kongregasinya, sebuah organisasipun
dibentuk dan struktur – struktur di dalamnya. Gerakan kemudian dapat disebarkan
setelah pemukiman – pemukiman yang bersebelahan teryakinkan bahwa gerakan
religi baru tersebut memang menawarkan perlindungan dari bala.
Suatu gerakan religi akan hilang
setelah ada gerakan yang untuk pihak luar nampak sama namun dianggap baru oleh
kongegrasi tersebut. Menilik dari pernyataan ini, bisa dikatakan bahwa gerakan
religi baru merupakan transformasi dari gerakan religi yang sudah ada
sebelumnya.
- Parameter
Kultural Gerakan
Pada bagian ini diketengahkan dua
kelompok parameter untuk memahami lebih dalam struktur dan dinamika gerakan
religi tersebut:
1.
Tujuan
dan nilai yang di bawah ini merupakan daftar yang dibuat dari yang paling
spesifik hingga umum:
-
Kesuburan
wanita
-
Keberhasilan
perburuan
-
Panen
yang melimpah
-
Kematian
yang wajar
-
Kekuatan
-
Menang
perang
-
Kekebalan
-
Kekebalan
hukum dan otoritas
-
Harta
benda dan kemakmuran
-
Menundukkan
laki – laki atau perempuan
-
Menjadi
seperti orang Eropa (kekayaan, otoritas, kekuasaan, power, kepintaran teknis, magis)
-
Menguasai
orang Eropa
-
Unggul
dalam status dan martabat
-
Kesehatan
-
Bebas
dari dendam yang dilindungi
-
Afrikanisasi
Kristen
-
Kembalinya
masa – masa kejayaan
-
Kekuatan,
kekuasaan
-
Kemerdekaan,
kemandirian
-
Pengorbanan
-
Sukses
dalam segala aktifitas
-
Menjadi
manusia yang baik seutuhnya
-
Perlindungan dari kejahatan, nujum dan sihir
Dari seluruh
daftar tersebut dapat dikatakan bahwa mereka menginginkan kehidupan yang baik
dalam artian harmonis dan tidak ada kejahatan.
2.
Ritual, simbol, keyakinan dan mitos – mitos
Saya tidak akan mengetengahkan apa yang dituliskan penulis di bagian ini
namun saya ingin mengkritisi pendefinisian ritual, simbol, keyakinan dan mitos
– mitos. Meskipun simbol di buat terpisah dengan ritual, keyakinan dan mitos –
mitos namun dalam menjelaskan arti dari masing – masing kata tersebut, penulis
memasukkan kata simbol:
“Ritual
is symbolic action that refers to the goals and values ….
“The
mythical element in classical movements is important only insofar as it can be
broken down into preexisting, familiar symbols”
Sedangkan keyakinan tidak
diulas lebih lanjut di bagian ini.
Pada bagian akhir
disebutkan bahwa beberapa mitos di Afrika Tengah telah dipengaruhi oleh
Kristenisasi orang Eropa yang ada di sana seperti penggunaan api (lilin), air
(baptis), candi – candi (tempat – tempat ibadah) dan himne (musik).
- Dinamika
Gerakan – Gerakan
Dinamika yang dimaksud di sini adalah
proses – proses inovasi dimana parameter kebudayaan dikombinasikan dan
direkombinasikan dan proses – proses difusi dimana gerakan – gerakan religi
menyebar dari satu komunitas ke komunitas yang lain. Dari apa yang telah
diketengahkan di bagian – bagian sebelumnya, ditegaskan bahwa kebudayaan Afrika
Tengah telah mengalami difusi. Kriteria yang dimaksudkan di sini bukanlah kriteria
gerakan – gerakan religi namun merupakan ciri – ciri khusus atau ciri – ciri dasar
dari seluruh gerakan religi di Afrika Tengah.
- Kesimpulan
Pusat dari gerakan – gerakan religi di
Afrika Tengah adalah ideologi Millenarisme dimana adanya janji – janji dan
harapan – harapan keselamatan, atau yang disebut di sini dengan the fortune-misfortune complex,
ditawarkan oleh gerakan – gerakan religi tersebut sehingga landasan ideologi
ini mempengaruhi nilai – nilai dan tujuan dari semua gerakan. Simbol
dan ritual merupakan parameter kebudayaan yang lebih penting dibandingkan
keyakinan dan mitos – mitos. Jimat merupakan produk material utama yang muncul
di semua gerakan – gerakan.
Konsep
dari kebudayaan sendiri di sini dipandang berbeda dengan asumsi – asumsi para
antropolog dimana kebudayaan di Afrika Tengah tidak terlalu hegemoni dan tidak
khusus. Satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain di Afrika Tengah tidak
selalu sama namun memiliki aspek mendasar.
Pola dari
gerakan juga dianggap stabil dimana bentuk – bentuk ekspresinya beragam dengan
batasan aturan – aturan tertentu. Kesimpulan ini ditutup dengan saran agar
ilmuwan dan ahli – ahli sejarah yang menganalisa gerakan – gerakan serupa
sebaiknya menilik dasar dari perubahan dan skala waktu yang mengiringinya,
memberikan analisa dengan interval waktu panjang karena bagian komprehensif
dari tradisi kebudayaan berubah sangat lambat. Pada akhir kesimpulan dinyatakan
bahwa penemuan ini mungkin saja tidak valid untuk daerah – daerah di luar
Afrika Tengah. Pendekatan analitis yang telah mereka lakukan perlu untuk diujicobakan
dengan menggunakan data dari daerah lain sehingga teori umum atas gerakan –
gerakan religi dan kebudayaan pada umumnya dapat tercapai.
KOMENTAR AKHIR
No comments:
Post a Comment