Marx memiliki
asumsi dasar bahwa watak individu sangat bergantung pada kondisi material
produksi (Kusumandaru, Ken Budha. 2003. Karl Marx, Revolusi dan Sosialisme: Sanggahan terhadap Frans Magnis-Suseno. Insist Press, Yogyakarta). Sementara itu, asumsi
dasar Marx menurut Engels adalah “bahwa umat manusia pertama-tama harus makan,
minum, memiliki tempat berteduh dan berpakaian sebelum ia dapat mengejar
politik, sains, seni dan agama” (Dalam Draper, Hal. 2001. Seven Theories of Religion: dari Animisme E. B. Tylor, Materialisme Karl Marx, hingga Antropologi Budaya Clifford Geertz. Qalam. Yogyakarta).
Teori kelas Marx dilandasi
dengan pemahaman bahwa kelas terbentuk dari dialektika yang ketat antara
manusia dengan alam. Kelas, sebagaimana diketengahkan oleh Ken Budha
Kusumandaru, meliputi beberapa hal sebagai berikut:
1.
Kelas – kelas dalam masyarakat itu timbul sebagai akibat
paling logis dari ketidakadilan itu sendiri – ketika orang mulai mengambil
hasil lebih yang diproduksi orang lain, tidak bisa tidak, hal itu akan membelah
masyarakat atau dapat dijelaskan sebagai berikut:
Perkembangan
kegiatan tukar menukar barang, yang kelak akan menjadi perdagangan, membuat
masyarakat mulai terbelah dimana ada beberapa dari mereka yang memiliki lebih
dan yang kekurangan.
Akar ketidakadilan
menurut Ken Budha Kusumandaru adalah adanya hasil lebih dan “pengangkangan”
hasil lebih itu menjadi hak milik pribadi. Sementara itu Jorge Larrain
menyatakan bahwa Marx jelas berpendapat bahwa kontradiksi antara permintaan dan
penjualan yang hadir dalam pertukaran (sederhana) komoditas menciptakan
kemungkinan munculnya krisis (Larrain, Jorge. 1984. Marxism and Ideology. Macmillan, Houndmills).
2.
Kelas yang menggenggam kekuasaan atas alat - alat
produksi material, sekaligus pula mengendalikan alat – alat produksi mental
Bendix dan Lipset
menyatakan bahwa “menurut Marx sejarah dibagi ke dalam beberapa periode,
misalnya peradaban kuno, feodalisme, dan kapitalisme. Masing –
masing periode tersebut dibedakan menurut metode produksi yang sebagian besar
digunakan (predominant mode of production)
dan berdasarkan hal tersebut, struktur kelas terdiri dari kelas yang berkuasa
dan yang tertindas. Pertentangan antar kelas ini menentukan relasi sosial
antarmanusia. Khususnya, kelas penguasa yang posisinya ditentukan oleh
kepemilikan serta mengatur alat – alat produksi dan secara kasat mata mengatur
kehidupan intelektual serta moral orang – orang. Menurut Marx,
hukum dan pemerintahan, seni dan literatur, sains dan filosofi, semuanya,
kurang lebih, demi memenuhi kepentingan kelas penguasa” (Bendix, Reinhard and Lipset, Martin Seymour. 1966. Class, Status, and Power: Social Stratification in Comparative Perspective, Second Edition. The Free Press, USA). Oleh sebab itu, dalam
upayanya untuk menjawab pertanyaan Franz Magnis-Suseno: “apakah hanya kelas –
kelas sosial ekonomis itu yang menjadi sebab perubahan sosial?”, Kusumandaru dengan
tegas menyatakan bahwa “perubahan sosial yang mendasar, yang merupakan
perubahan dalam cara manusia berproduksi, hanya disebabkan oleh dinamika interaksi
antarkelas – kelas ekonomi politik”.
Sementara itu,
Weinberg dan Lyons (Weinberg, Aubrey and Lyons, Frank. Class Theory and Practice. The British Journal of Sociology, Vol. 23, No. 1, (Mar., 1972), pp. 51-65 Published by: Blackwell Publishing on behalf of The London School of Economics and Political Science) mengajukan 4 (empat) pemahaman akan kelas yang dapat dipilih oleh peneliti
berdasarkan kepentingan utamanya, yaitu (1) jenis lain dari stratifikasi
sosial, (2) perangkat heuristis (Bersangkutan dengan prosedur analitis yang dimulai dengan perkiraan yang tepat dan mengecek ulang sebelum memberi kepastian (Kamus Besar Bahasa Indonesia)) yang memfasilitasi
eksaminasi (Proses penentuan autentik tidaknya suatu naskah dalam arti sesuai atau tidak dengan "keinginan" penulis (Kamus Besar Bahasa Indonesia)) karakteristik dari situasi
sosial dan bukannya karakteristik kelompok – kelompok, (3) perangkat empiris (Berdasarkan pengalaman (terutama yang diperoleh dari penemuan, percobaan, pengamatan yang telah dilakukan) (Kamus Besar Bahasa Indonesia)) untuk mengidentifikasi
kelompok sosial atau kelompok kuasi, serta (4) sesuatu yang bersebarangan
dengan stratifikasi sosial. Weinberg dan Lyons pada akhirnya menegaskan bahwa
dimensi properti relevan bagi análisis kelas dalam artian bahwa properti
digunakan untuk meraih kekuasaan.
Sebelum
mengetahkan analisa kasus kelas dengan menerapkan teori kelas Karl Marx, ada
baiknya saya ketengahkan kelas – kelas yang ada di Indonesia. “… penggabungan
kelas di Indonesia terdiri dari tiga kelompok besar, yakni kelas atas adalah
pihak penguasa; kelas menengah yang terdiri dari wiraswastawan, profesional,
pengusaha kecil, kelompok kaya, pegawai, guru dan ulama; dan kelas bawah
terdiri dari rakyat jelata, petani dan buruh” (Rissy, Y. W. Yafet. 1999. Konflik Sosial di Indonesia: Suatu Analisis Pertentangan Kelas. Dalam Jurnal Kritis (Jurnal Studi Pembangunan Inter-disiplin), Volume XII, No. 2. November 1999. Halaman 63 – 87).
Saya tidak dapat
menemukan kasus kelas di daerah tempat saya tinggal, selain bahwa untuk
mengadakan analisa kasus kelas diperlukan pengambilan data (penelitian) untuk
memperkuat analisa, maka saya akan mengetengahkan hasil analisa yang pernah
ditulis atas kasus kelas yang berlandaskan pada teori kelas Karl Marx yang
menurut saya dijelaskan dengan baik oleh Yaffet Rissy (Rissy, Y. W. Yafet. 1999. Konflik Sosial di Indonesia: Suatu Analisis Pertentangan Kelas. Dalam Jurnal Kritis (Jurnal Studi Pembangunan Inter-disiplin), Volume XII, No. 2. November 1999. Hal: 82) sebagai
berikut:
“Dalam kasus demonstrasi yang
melibatkan buruh dan petani yang berakhir dengan kerusuhan massal seperti yang
terjadi di Medan, Jakarta, Surabaya dan sekitarnya, secara vulgar menunjukkan
adanya pertentangan kelas bawah (petani dan buruh) di satu pihak, dengan kelas
menengah dan kelas penguasa di pihak lain. … Kelas penguasa selalu berpihak
kepada kelas menengah, karena dalam berbagai aktifitas ekonomi dan politik,
kelas penguasa memperoleh banyak keuntungan dari berbagai upeti yang diberikan
kelas menengah; sedangkan kelas menengah memanfaatkan kelas penguasa untuk
memperoleh kemudahan perijinan dan memperoleh proyek dari pihak penguasa. …
kelas menengah, terutama yang tumbuh karena fasilitas pemerintah yang diwakili
oleh pemilik alat produksi, pengusaha dan tuan tanah, berpihak kepada kelas
penguasa”
No comments:
Post a Comment